Kamis 13 Jul 2023 00:15 WIB

Menkes Budi Sadikin Bandingkan Analogi Dokter Asing dengan Kehadiran Bank Luar Negeri

Semua tenaga kesehatan asing yang masuk harus ikut uji kompetensi.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, membantah UU Kesehatan yang baru disahkan malah melancarkan praktik dokter asing di Indonesia. Menurut dia, semua tenaga kesehatan asing yang masuk ke Indonesia tetap harus melalui proses adaptasi dan uji kompetensi. 

Budi menjelaskan, UU Kesehatan masih berproses untuk menyamaratakan tenaga kesehatan lulusan tertentu seperti Harvard, untuk bekerja di Indonesia. Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan Singapura yang sangat mudah bagi tenaga kesehatan asing mana pun untuk berkarier.

Baca Juga

Soal melanggengkan tenaga kesehatan yang disebut bisa melancarkan kualitas kesehatan Indonesia, Budi menganalogikan dengan perbankan sebelum 1998.

“Waktu terjadi krisis (1998), bank dibolehkan masuk, itu terbuka semua. Citibank bisa buka ratusan cabang, CIMB Niaga bisa 300 lebih, apa yang terjadi? Tidak ada itu ribuan bankir asing datang, yang terjadi adalah perusahaan multinasional ini datang,” kata Budi kepada awak media di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, sebelum krisis moneter, Indonesia memang melarang banyak bank skala internasional masuk ke Indonesia. Alhasil, kualitas perbankan Indonesia sebelum dan saat krisis moneter 1998 kualitasnya tak begitu bagus.

“Dulu cabang bank asing tidak boleh buka di mana-mana, hanya boleh di Jakarta,” katanya membandingkan dengan kondisi tenaga kesehatan asing.

Menanggapi pengesahan UU Kesehatan, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengecam keras langkah DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna ke-29, Selasa (11/7/2023). Menurut Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih, penyusunan RUU Kesehatan yang terburu-buru, diperparah dengan tidak ada transparansi naskah final kepada publik.

Dia mengatakan, pengesahan ini juga mengabaikan rekomendasi masyarakat sipil terkait aspek formil dan materiil dalam RUU Kesehatan. CISDI, kata dia, mencatat ada empat masalah dalam draf dan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang kini telah disahkan.  

Beberapa ketentuan bermasalah, yakni perihal penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD, beberapa kebijakan yang belum inklusif gender dan kelompok rentan. Tak sampai di sana, belum dilembagakannya peran kader kesehatan juga menjadi masalah, selain dari belum dimasukkannya pasal pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship tembakau dalam RUU Kesehatan.

“Pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang membuktikan pemerintah dan DPR RI mengabaikan aspirasi masyarakat sipil. Kami mengecam proses perumusan undang-undang yang seharusnya inklusif, partisipatif, transparan, dan berbasis bukti,” kata Diah Satyani dalam keterangannya di Jakarta.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement