REPUBLIKA.CO.ID, SHAH ALAM -- Otoritas Malaysia telah mengeluarkan larangan menyampaikan politik praktis di rumah ibadah, seperti masjid dan surau. Namun, masih ada pengurus masjid dan surau di Selangor yang kedapatan menganggap enteng larangan tersebut.
Hal ini terjadi karena politikus Malaysia masih diperbolehkan melakukannya. Departemen Agama Islam Selangor (JAIS) Datuk Mohd Shahzihan Ahmad mengatakan, hal ini melanggar peraturan yang ditetapkan Dewan Agama Islam (Mais) Selangor. Tujuan aturan tersebut adalah menjaga masjid dan surau sebagai zona damai, bebas dari unsur atau pengaruh politik.
"Tindakan pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan pemilu negara bagian yang akan datang, dengan menyebarkan publikasi materi politik dan berpolitik di masjid atau surau, tidak bertanggung jawab dan bertentangan dengan keputusan Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah dan keputusan Mais,” ujar dia dikutip di Malay Mail, Jumat (14/7/2023).
Dia lantas mengatakan, setiap tindakan yang menghina, tidak mematuhi, melanggar, atau membantah perintah Sultan Selangor atau instruksi Mais dapat dituntut sesuai dengan Bagian 12 (a) atau (b) Undang-Undang Tindak Pidana Syariah (Selangor) 1995.
"Para pengurus masjid yang terlibat juga dapat dikenakan tindakan dan pengangkatannya dibatalkan oleh Mais, berdasarkan Aturan 7 (f) Peraturan Masjid dan Surau (Selangor) 2017,” ujar dia.
Di sisi lain, MAIS pun memutuskan masjid dan surau tidak boleh digunakan sebagai arena politik dan pusat propaganda politik partai. Kepada pengurus masjid dan surau di seluruh negara bagian, JAIS mengingatkan untuk meningkatkan kontrol dan menegakkan semua larangan yang ditetapkan menjelang pemilihan umum negara bagian (PRN).
"Sejak 2018, Sultan Selangor memerintahkan agar masjid atau surau menjadi tempat ibadah yang damai dan sejahtera serta tidak dipolitisasi," kata Datuk Mohd Shahzihan Ahmad.