REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho, menilai pemanggilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) murni penegakan hukum, bukan politik. Pada Selasa (18/7/2023), Airlangga seharusnya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO), tapi tak hadir.
“(Pemanggilan Airlangga) Murni penegakan hukum,” ujar Hibnu Nugroho saat dihubungi Republika, Rabu (19/7/2023).
Menurut Hibnu Nugroho, pihak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memanggil Airlangga adalah kaitanya untuk kepentingan pembuktian. Sehingga, pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dapat memperkuat pembuktian atas dugaan siapa yang jadi tersangka, pertanggungjawabannya siapa, dan juga hubunganya seperti apa.
“Jadi nggak ada kepentingan politik, kalau kepentingan politik bisa rusak nanti. Karena bicara hukum bicara bukti bagi siapa yang menuduh harus membuktikan, itu kan asasnya begitu,” ungkap Hibnu Nugroho.
Oleh karena itu, menurut Hibnu Nugroho, Jaksa harus membuktikan dengan mencari bukti-bukti semaksimal mungkin. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap seorang menteri sekaligus ketua partai politik. Mengingat ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) masuk dalam kualifikasi kerugian negara. Namun demikian, dia mengaku belum mengetahui apakah ada indikasi yang bersangkutan bakal menjadi tersangka.
“Kita tidak tahu apakah ada indikasi (tersangka). Karena namanya pemanggilan saksi itu kan untuk mengurai pengetahuan kesaksian, nanti kita lihat hasil pembuktian, siapa yang paling bertanggung jawab,” kata Hibnu Nugroho.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana membantah kesan politis atas pemanggilan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah. Menurutnya, alasan pemanggilan yang baru dilakukan Selasa kemarin, karena berdasarkan putusan MA atas beban kerugian yang diberikan kepada tiga korporasi.
“Memang karena ini tahun politis, kami juga begini adanya, sekaligus kami menyampaikan apa yang kita lakukan transparan, tentunya kita profesional,” kata Ketut seperti diberitakan Republika sebelumnya.