Ahad 23 Jul 2023 08:19 WIB

10 Ribu Tentara Cadangan Tinggalkan Tugas Sebagai Protes Reformasi Peradilan Israel

Pada 5 Januari, Menteri Kehakiman Israel Yariv Levin mengumumkan reformasi yudisial.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Knesset menjelang protes massal di Yerusalem, Israel,  Senin (27/3/2023). Protes massal telah diadakan di Israel selama 12 minggu menentang rencana pemerintah untuk mereformasi sistem peradilan dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung Israel.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Knesset menjelang protes massal di Yerusalem, Israel, Senin (27/3/2023). Protes massal telah diadakan di Israel selama 12 minggu menentang rencana pemerintah untuk mereformasi sistem peradilan dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sekitar 10 ribu tentara cadangan sukarela Israel mengumumkan pada Sabtu (22/7/2023), bahwa mereka akan meninggalkan tugasnya sebagai protes atas reformasi hukum pemerintah. Kelompok yang disebut "Brothers in Arms" mengeluarkan pernyataan dari tentara cadangan sukarela yang menentang reformasi peradilan yang kontroversial.

Menurut laporan Anadolu Agency, Kepala Staf Umum Herzi Halevi meminta pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk membahas situasi tentara cadangan yang meninggalkan tugas. Sebelumnya ribuan orang Israel, termasuk pilot perang, perwira kapal selam, dan unit elit lainnya, yang menentang "reformasi yudisial" memutuskan untuk mengundurkan diri dari dinas pasukan cadangan sukarela.

Baca Juga

Pada 5 Januari, Menteri Kehakiman Israel Yariv Levin mengumumkan reformasi yudisial. Tindakan ini mencakup perubahan seperti membatasi kekuasaan Mahkamah Agung dan memberi pemerintah suara dalam penunjukan yudisial.

Netanyahu mengumumkan pada 27 Maret, bahwa dia menunda reformasi peradilan. Keputusan itu dilakukan usai meningkatnya protes dan pemogokan massal secara nasional. 

Meski didesak untuk melepaskan rencana tersebut, perdana menteri Israel ini juga menyatakan, pemerintah akan mengembalikan reformasi peradilan. Upaya itu akan masuk ke dalam agenda setelah anggaran 2023-2024 yang disetujui pada akhir Mei.

Menyusul kebuntuan dalam negosiasi dengan oposisi, pemerintah baru-baru ini memulai kembali proses reformasi peradilan. Sebagai bagian dari reformasi yudisial, pemerintah mengumumkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk menghapus pengawasan Mahkamah Agung atas pemerintah akan dibawa ke Knesset untuk pemungutan suara kedua dan ketiga pada 24 Juli.

Media Israel melaporkan, bahwa Menteri Pertahanan Yoav Gallant sedang bekerja untuk menunda RUU untuk menghapuskan pengawasan Mahkamah Agung terhadap pemerintah. Langkah ini sebagai tanggapan atas reaksi dari tentara cadangan.

Banyak tokoh terkemuka dalam politik Israel, militer, keamanan, ekonomi, dan peradilan secara terbuka menyatakan penentangan terhadap reformasi peradilan pemerintah. Gerakan protes terhadap reformasi peradilan pemerintah Netanyahu telah berlangsung selama sekitar tujuh bulan dengan demonstrasi terus menerus. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement