REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina meminta semua negara untuk memasukkan organisasi pemukim Yahudi dan anggotanya ke dalam daftar teror. Mereka juga menuntut agar organisasi pemukim Yahudi tidak memasuki wilayah atau tanah Palestina.
Dilaporkan Middle East Monitor, Senin (24/7/2023), Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan tentara pendudukan Israel dan milisi pemukim terorganisir yang bersenjata dan elemen teroris mereka terhadap warga sipil Palestina. Mereka telah merusak rumah, properti, tanah, tempat suci dan kendaraan milik Palestina di seluruh wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak negara-negara untuk mempertimbangkan pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel. Termasuk hasutan oleh menteri ekstremis di pemerintahan Israel, seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich agar para pemukim Yahudi mengangkat senjata.
Kementerian Luar Negeri Palestina memperingatkan bahwa pemerintah Israel mendorong para pemukim Yahudi ke garis depan. Hal ini bertujuan untuk menyembunyikan dan melegitimasi kejahatan tentara di tingkat internasional, dan memberikan kesan palsu bahwa konflik di Tepi Barat adalah antara warga Palestina dan Israel.
Palestina mengatakan, reaksi internasional terhadap kejahatan pendudukan dan pemukim Yahudi Israel tidak sejalan dengan tanggung jawab masyarakat internasional untuk menegakkan hukum internasional.
Seorang pakar di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 11 Juli lalu mengatakan, Israel telah mengubah wilayah Palestina menjadi penjara terbuka melalui penahanan yang meluas terhadap warga Palestina. Pelapor Khusus PBB tentang hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, mengatakan, Israel telah melakukan penahanan luas, sistematis dan sewenang-wenang terhadap warga Palestina sejak perang Timur Tengah 1967.
“Tidak ada cara lain untuk mendefinisikan rezim yang telah dipaksakan Israel terhadap Palestina, yang secara default adalah apartheid, selain penjara terbuka,” kata Albanese pada sebuah pengarahan untuk wartawan.
“Dengan menganggap semua orang Palestina sebagai potensi ancaman keamanan, Israel mengaburkan batas antara keamanannya sendiri dan keamanan rencana aneksasinya. Orang-orang Palestina sering dianggap bersalah tanpa bukti, ditangkap tanpa surat perintah, sangat sering ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan, dan disiksa dalam tahanan Israel," ujar Albanese.
Lebih dari 800.000 warga Palestina ditangkap dan ditahan oleh otoritas Israel sejak 1967...