Selasa 25 Jul 2023 14:43 WIB

Ketahanan Pangan Perlu Mendapatkan Lebih Banyak Perhatian Dunia

Saat ini 785 juta orang menghadapi kelaparan secara global.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Orang yang terkena dampak konflik mendapatkan jatah makanan darurat di tengah kerawanan pangan, di provinsi Amran, Yaman, 08 Desember 2022 (diterbitkan 12 Desember 2022).
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Orang yang terkena dampak konflik mendapatkan jatah makanan darurat di tengah kerawanan pangan, di provinsi Amran, Yaman, 08 Desember 2022 (diterbitkan 12 Desember 2022).

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Kota Roma, Italia, menjadi tuan rumah dalam penyelenggaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa +2 selama tiga hari mulai Senin hingga Rabu (24-23/7/2023). Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyatakan pada acara pembuka, kota itu menjadi Ibukota Ketahanan Pangan Dunia.

"Ketahanan pangan selalu menjadi salah satu pedoman strategis kebijakan luar negeri kami dan bidang prioritas kerja sama pembangunan Italia," ujar Meloni dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

Meloni mengatakan, ketahanan pangan telah menjadi salah satu tantangan utama di zaman saat ini saat di dunia yang saling terhubung sepenuhnya. Dia pun mengundang negara-negara lain untuk berinvestasi dalam penelitian dan teknologi, keuangan dalam skala besar, dan bekerja sama untuk mengubah sistem pangan.

Pertemuan tingkat tinggi ini akan menyaksikan serangkaian acara tingkat tinggi, dialog, dan acara sampingan terkait dengan transformasi sistem pangan dan topik-topik pertanian. Perwakilan lebih dari 100 negara membahas seputar limbah makanan, perubahan iklim, diet sehat, kemitraan, sains dan teknologi, pengetahuan masyarakat adat, dan transportasi.

Kegiatan itu berlangsung pada saat hingga 785 juta orang menghadapi kelaparan secara global. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sepertiga dari semua makanan yang diproduksi hilang atau terbuang percuma, dengan lebih dari tiga miliar orang tidak mampu membeli makanan sehat.

“Lebih dari 100 negara telah menyerahkan laporan kemajuan sukarela tentang transformasi sistem pangan. Negara-negara mengambil langkah tegas untuk mencerminkan prioritas ini dalam undang-undang, kebijakan, dan pemrograman nasional dan sub-nasional,” kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.

Guterres menyatakan dalam acara tersebut, bahwa ada juga kemajuan dalam data untuk membentuk kebijakan dan kemitraan. Dia menegaskan, menyelamatkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB membutuhkan langkah lebih jauh dan waktu hampir habis.

Sekjen PBB ini pun menyerukan investasi besar-besaran dalam sistem pangan yang berkelanjutan, adil, sehat, dan tangguh. Dia meminta pemerintah dan bisnis untuk berkolaborasi membangun sistem yang mengutamakan manusia daripada keuntungan.

Cara baru untuk menurunkan biaya dan meningkatkan ketersediaan makanan sehat untuk semua pun perlu dilakukan.Upaya itu agar sistem pangan mengurangi jejak karbon untuk membantu mengakhiri perang dan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius.

“Mari terus saling menjaga dan belajar dari satu sama lain. Mari ubah sistem pangan untuk masa depan, dan pastikan setiap orang, di setiap komunitas dan negara, memiliki akses ke makanan yang aman dan bergizi yang mereka butuhkan dan layak dapatkan,” kata Guterres.

Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu mengatakan, sistem pangan pertanian memiliki kekuatan dan potensi besar dalam berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dia menekankan kemajuan yang dibuat dalam mengidentifikasi solusi yang dapat diberikan oleh sistem pangan pertanian untuk produksi, nutrisi, lingkungan, dan kehidupan yang lebih baik.

Qu menyoroti praktik pertanian berkelanjutan, pengelolaan air yang efisien, pengemasan yang bertanggung jawab, reboisasi, dan pengurangan limbah makanan. Dia menekankan bahwa hal ini bergantung pada sistem pangan pertanian global menjadi lebih efisien, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.

“Dalam menghadapi meningkatnya ketidakpastian dan berbagai krisis, kita perlu segera melakukan transformasi ini untuk memenuhi ekspektasi tinggi yang kita miliki dari sistem pangan pertanian kita,” kata Qu.

"Membuka potensi penuh sistem pangan pertanian hanya dapat terjadi jika kita fokus pada akselerator ini, untuk membantu meminimalkan kompromi dan memaksimalkan sinergi," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement