Rabu 26 Jul 2023 15:33 WIB

Rafael Alun Tolak Bayar Restitusi, LPSK: Jadi Dasar Pemberatan Hukuman

LPSK sebut Rafael Alun menolak bayarkan restitusi jadi dasar pemberatan hukuman.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. LPSK sebut Rafael Alun menolak bayarkan restitusi jadi dasar pemberatan hukuman.
Foto: Republika/Flori Sidebang
Eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. LPSK sebut Rafael Alun menolak bayarkan restitusi jadi dasar pemberatan hukuman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti penolakan Rafael Alun Trisambodo (RAT) untuk membayar restitusi Rp 120 miliar kepada David Ozora yang menjadi korban penganiayaan oleh anaknya, Mario Dandy Satriyo (MD). LPSK memandang hal ini menunjukkan tidak ada itikad baik dari Rafael dan keluarga. 

"Ini bentuk lepas tangan Rafael Alun atas perbuatan pidana yang didakwakan kepada anaknya," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam keterangan pers pada Rabu (26/7/2023). 

Baca Juga

Edwin mengatakan penolakan Rafael Alun untuk membayar restitusi atas perbuatan anaknya itu dapat menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum untuk memaksimalkan tuntutan pidana terhadap Mario Dandy Satriyo.

Penolakan yang disampaikan Rafael Alun, lanjut Edwin, dapat menjadi pijakan hakim memaksimalkan hukuman pidana terhadap Mario Dandy. "Selain itu jaksa dan hakim dapat melakukan upaya paksa sita eksekusi terhadap aset milik MD maupun RAT untuk membayar restitusi," ujar Edwin. 

Edwin menjelaskan putusan sita paksa eksekusi terhadap aset terdakwa jika tidak dapat membayar restitusi tetap dimungkinkan. Ini dapat dilihat dalam putusan hakim atas perkara terhadap anak sebelumnya.

"Seperti pada Putusan PT Bandung: 58/PID.SUS/2023/PT.BDG tanggal 21 Februari 2023, atau Putusan PN Majalengka Nomor: 213/Pid.Sus/2022/PN Mjl," ujar Edwin. 

Edwin juga menilai hakim dapat membebankan subsider pengganti restitusi, berupa kurungan apabila harta tidak ada atau kurang untuk pembayaran restitusi; atau pencabutan hak-hak narapidana selama terpidana tidak membayar restitusi tersebut. 

"Jadi dalam beberapa putusan restitusi, hakim telah menerapkan sita eksekusi bahkan memutuskan nilai (restitusi) lebih tinggi dibandingkan hasil penilaian kerugian yang disampaikan LPSK," ujar Edwin. 

Selain itu, Edwin menegaskan restitusi merupakan kewajiban pelaku/pihak ketiga untuk membayar kerugian yang ditimbulkan kepada korbannya akibat tindak pidana. Sebab hukuman pidana terhadap pelaku tidak berkonsekuensi terhadap pemulihan (kerugian) yang dialami korban. 

"Karena itu, restitusi menjadi kewajiban pelaku untuk membayar," ucap Edwin.

Soal pihak ketiga sebagai pembayar restitusi juga bukan suatu hal yang baru karena telah diterapkan pada perkara pelaku anak dan perkara perkara perdagangan orang di Tual, Maluku, PT. Silversea (PT. Pusaka Benjina Raya, perusahaan di Indonesia). Hanya saja pihak ketiga yang dimaksud haruslah pihak jelas hubungan hukumnya dengan pelaku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement