REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria melihat permasalahan distribusi LPG subsidi 3 kilogram di sejumlah daerah yang ramai diberitakan beberapa hari terakhir ini sebagai akibat adanya kekosongan stok untuk sementara waktu. Menurut dia, jika terjadi kelangkaan dalam arti yang sesungguhnya, pasti para wakil rakyat di DPRD maupun DPR RI akan bereaksi keras karena LPG atau BBM menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk bagi konstituen mereka.
"Langka LPG atau BBM yang terjadi di negeri ini pada umumnya dialami hanya dalam hitungan hari saja dan tidak sampai seminggu apalagi berminggu-minggu, dan ini lebih bersifat kekosongan sementara," kata Direktur Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) tersebut dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (29/7/2023)
Sofyano menyampaikan dalam beberapa waktu terakhir ini ramai diberitakan daerah-daerah yang bermasalah dengan ketersediaan LPG bersubsidi 3 kg, diantaranya Malang, Kediri, Banyuwangi, serta beberapa daerah di Medan dan Sulselbar. Pada dasarnya, lanjut Sofyano, dalam satu kabupaten rata-rata terdapat 4-5 unit Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) yang juga adalah depo penampungan elpiji. Selain itu, ada sekitar 10 agen elpiji dan setidaknya 200 pangkalan LPG 3 kg.
"Yang jadi pertanyaan, apakah semua SPBE itu tidak ada persediaan atau stok LPG-nya? Apakah semua agen LPG 3 kg juga tidak punya persediaan tabung/elpiji 3 kg sama sekali? Apakah seluruh pangkalan elpiji juga tidak punya persediaan LPG? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pasti akan muncul di masyarakat," kata Sofyano.
Sofyano mengatakan data yang diperolehnya, seperti pangkalan LPG yang mengalami kekosongan sesaat di Medan hanya 14 pangkalan dari sebanyak 3.675 pangkalan yang ada. Artinya, persentasenya hanya 0,4 persen dari total pangkalan yang ada.
Kemudian di Kediri hanya 16 pangkalan yang kosong dari 2.754 pangkalan yang ada di sana. Di Malang, dari 1.742 pangkalan yang kosong sesaat hanya 12 pangkalan. Di Sulselbar hanya 5 pangkalan yang kosong dari 1.094 pangkalan yang ada, ini persentasenya adalah 0,5 persen dari total pangkalan yang ada.
"Kekosongan di pangkalan itu adalah karena menunggu pengiriman LPG dari agennya," jelas Sofyano.
Oleh karena itu, ia sangat meyakini bahwa tidak semua desa atau kecamatan yang ada di suatu kabupaten yang diberitakan langka tersebut mengalami kekosongan LPG 3 kg. Coba petakan kekosongan LPG subsidi terjadinya dimana saja? dan tarik persentasenya dibanding dengan jumlah SPBE, agen dan pangkalan yang ada di daerah tersebut.
"Coba saja lakukan uji pasar dengan menggelar operasi pasar LPG 3 kg. Nanti bisa dilihat hasilnya apakah LPG operasi pasar tersebut dalam sekejap habis diserbu pembeli dan berapa lama penyerbuan itu akan terus terjadi," katanya.
Ia mengatakan pengawasan dan pembinaan terhadap penyaluran dan lembaga penyalur LPG subsidi di daerah pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 05 Tahun 2011. Tapi sayangnya, menurut dia, pihak pemda sepertinya hanya terlihat berperan dalam penentuan Harga Eeceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg di daerahnya.
"Di bagian lain Presiden harus segera merevisi Perpres nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG 3 kg dengan secara tegas, jelas dan rinci. Menetapkan siapa yang berhak atas LPG 3 kg dan apa sanksi hukum jika ketentuan tersebut dilanggar," katanya.