Ahad 30 Jul 2023 02:50 WIB

Meriahkan Tradisi 'Ngabubur Suro' Banten, Gardu Ganjar Gandeng Warga Pandeglang

Bubur suro atau sura berasal dari kata Asyura.

Masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten memiliki tradisi unik setiap Bulan Muharam yakni ngabubur suro pada 10 Muharam 1445 Hijriah.
Foto: Dok. Web
Masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten memiliki tradisi unik setiap Bulan Muharam yakni ngabubur suro pada 10 Muharam 1445 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten memiliki tradisi unik setiap Bulan Muharam yakni ngabubur suro pada 10 Muharam 1445 Hijriah. Berangkat dari hal itu kelompok relawan bernama Gerakan Rakyat Desa Untuk (Gardu) Ganjar turut melestarikan tradisi kebudayaan itu bersama warga di Kabupaten Pandeglang.

"Kami mengadakan (pembuatan) bubur suro. Sudah tradisi kebiasaan masyarakat kami. Adanya, di Kampung Bengkok, Desa Karyasari, Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten," kata Koordinator Gardu Ganjar Daerah Pandeglang, Muhlis, seperti dilansir pada Sabtu (29/7/2023). 

Baca Juga

Kegiatan ngabubur suro yang digagas Gardu Ganjar bersama warga digelar secara serentak di empat lokasi yang tersebar di Desa Karyasari Kecamatan Cikendal dan Desa Sukamersari Kecamatan Kalanganyar, sebagai gambaran bahwa Ganjar hadir untuk semua.

Menurutnya, partisipasi para sukarelawan sekaligus untuk menyosialisasikan dan menggalang dukungan dari warga Kabupaten Pandeglang untuk Ganjar.

Muhlis mengatakan, keterlibatan kelompok ini mendapat sambutan yang hangat dari warga sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan lancar dan meriah.

Dia menjelaskan, bubur suro atau sura berasal dari kata Asyura yakni hari ke-10 bulan Muharam dalam penanggalan kalender Hijriah yang dipakai umat muslim.

Bubur tersebut dipercaya muncul dari kisah Nabi Nuh AS saat terjadi banjir besar yang menenggelamkan dunia pada zaman dahulu sehingga umat yang selamat di atas perahu harus menghemat perbekalan makanannya.

"Masak bubur, tanggal 10 Muharam itu harus merayakan bubur suro. Bahan-bahannya, beras, kacang, bumbu-bumbu, sop. banyak ya tata caranya," kata salah seorang warga yang berpartisipasi, Adawiyah.

Tradisi memasak bubur suro dinilai menanamkan sikap gotong-royong karena proses memasaknya yang dilakukan secara bersama-sama, terutama kalangan ibu-ibu. Sikap itu yang menjadikan Indonesia Tangguh.

Proses pembuatan bubur dilakukan dengan metode dan alat-alat tradisional seperti kompor kayu bakar kemudian diaduk secara manual dengan tangan selama sekitar dua jam.

Selain gotong-royong, tradisi tersebut juga dinilai meningkat jiwa sosial karena bubur yang sudah jadi kemudian dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan anak yatim.

"Masaknya, beras dulu dimasukkan ke kuali terus pakai air, pakai api (dimasak), terus dikocek-kocek sambil membacakan hafalan (ayat suci Al Quran) atau selawat hasbunallah wanikmat wakil nikmal maula wanikmannasir. Iya, (buburnya) dibagikan ke warga yang membutuhkan," ujarnya.

Di Banten, kelompok serupa juga terlibat aktif dengan berkolaborasi bersam masyarakat yang tergabung dalam Jawara Banten Bersatu (JBB). Mereka mengajak masyarakat terus berpartisipasi aktif dalam kebaikan sehari-hari. 

"Saya dalam kesempatan ini, berkesempatan untuk dapat menghadiri acara ulang tahun yang pertama ormas Jawara Banten Bersatu," kata Ketua Gardu Ganjar Ahmad Wahyudin Nasyar, demikian seperti dilansir dari Kantor Berita Antara

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement