REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Ibu-ibu dari organisasi perempuan dan guru taman kanak-kanak (TK) di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, mengikuti pelatihan daur ulang sampah plastik menjadi ecobrick, Kamis (24/8/2023). Diharapkan para ibu yang mengikuti kegiatan ini dapat menyebarkan pengetahuannya untuk mendorong pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna.
Kegiatan yang diinisiasi Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (Pipebi) Tasikmalaya itu digelar di Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya. Ketua Pipebi Tasikmalaya Sitaresmi Aswin mengatakan, ecobrick merupakan salah satu solusi untuk mengurangi sampah plastik yang sulit terurai secara alami.
Dengan dijadikan ecobrick, sampah plastik dapat dijadikan sebuah benda yang bisa kembali digunakan dan memiliki nilai ekonomi. “Misalnya, jadi alat peraga edukasi, jadi furnitur, bahkan untuk bahan baku konstruksi bangunan,” kata Sitaresmi.
Narasumber kegiatan pelatihan itu, Nursalim Ridho, mengatakan, para peserta kali ini diberikan pelatihan membuat alat peraga edukasi dari ecobrick. Pasalnya, mayoritas peserta yang hadir adalah guru TK. Namun, ecobrick pun dapat menjadi bahan pembuatan barang lainnya.
“Fokus utama pelatihan ini untuk pemanfaatan diri sendiri dan lingkungan,” kata Ridho, yang merupakan ketua Komunitas Rumah Sampah Berbasis Sekolah itu.
Ridho menjelaskan, ecobrick dapat dibuat dengan memanfaatkan sampah plastik rumah tangga. Sampah plastik yang digunakan kondisinya harus bersih atau kering. Sampah kemudian digunting dan dimasukkan ke dalam botol dan dipadatkan dengan bambu.
“Setelah itu, baru disusun jadi sesuatu. Bisa alat peraga edukasi, sofa atau kursi, bahkan bisa dijadikan bahan konstruksi bangunan,” ujar Ridho.
Menurut Ridho, ecobrick memiliki potensi ekonomi apabila ditekuni dengan serius. Ia mengaku telah membuktikannya dengan membuat satu set sofa dari bahan ecobrick, yang dijual dengan harga mencapai jutaan rupiah.
Mengolah sampah
Sitaresmi mengatakan, kegiatan pelatihan pembuatan ecobrick ini menjadi salah satu upaya untuk mendorong pengelolaan dan pengolahan sampah. Terlebih sampah merupakan masalah lazim di wilayah perkotaan.
Jika sampah hanya diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA), suatu saat bisa melebihi kapasitasnya. “Tempat pembuangan akhirnya masih bersifat land dumping. Artinya belum ada pengelolaan,” kata dia.
Dengan pengolahan sampah, seperti menjadi ecobrick, menurut Sitaresmi, dapat mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA. Ia berharap kegiatan pelatihan daur ulang kali ini dapat menggugah kesadaran masyarakat bahwa sampah juga dapat kembali berguna atau bernilai jika diolah dengan tepat.
“Kami pilih segmen ibu-ibu PKK, organisasi perempuan, dan guru TK karena mereka agents of change. Mereka bisa menyampaikan pesan ini ke lingkungan masing-masing dan anak didiknya,” ujar Sitaresmi.
Sitaresmi berharap kegiatan pelatihan pengolahan sampah ini bisa dilakukan di tempat lainnya. Ia pun mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung upaya pengelolaan sampah. “Kami hanya mengarahkan pembangunan ekonomi bisa terjadi secara berkelanjutan dengan ramah lingkungan. Ini adalah cara atau langkah awal,” kata dia.
Berdasarkan pantauan Republika, selain pelatihan membuat ecobrick, kegiatan di Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya diisi bazar produk fesyen preloved dan berbagai produk ramah lingkungan.
Bazar preloved ini ditujukan untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak terjebak “fast fashion”. Pasalnya, produk industri fesyen disebut menjadi salah satu sumber sampah terbesar, setelah sampah organik.
Dengan kegiatan bazar bertajuk “I Love Preloved” itu, diharapkan masyarakat dapat lebih bijaksana dalam berbelanja dan dermawan mendonasikan pakaian yang masih layak pakai.
Adapun bazaar produk ramah lingkungan bertujuan mendukung pelaku bisnis di Tasikmalaya yang memproduksi produk ramah lingkungan.