Ahad 03 Sep 2023 13:36 WIB

Miris, Sampah Mikro Plastik Sudah Menyusup dalam Darah Kita

Sampah plastik merupakan salah satu limbah yang paling berbahaya.

Red: Natalia Endah Hapsari
Sampah mikro plastik dapat berbahaya karena dapat menyusup ke tubuh manusia melalui alat makan dan minum yang digunakan sehari-hari./ilustrasi
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Sampah mikro plastik dapat berbahaya karena dapat menyusup ke tubuh manusia melalui alat makan dan minum yang digunakan sehari-hari./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, ancaman kelestarian bumi telah sampai pada titik yang sangat kritis diakibatkan persoalan limbah sampah plastik.

“Kita tidak tahu sudah berapa banyak sampah mikro plastik yang menyusup ke darah kita. Setiap hari kita menggunakan alat makan dan minum dari plastik,” kata Menko PMK Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (3/9/2023). 

Baca Juga

Menko Muhadjir Effendy mengatakan, sampah plastik merupakan salah satu limbah yang paling berbahaya dan baru dapat terurai pada ratusan tahun, termasuk di antaranya sampah mikro plastik.

Dia menjelaskan, sampah mikro plastik dapat berbahaya karena dapat menyusup ke tubuh manusia melalui alat makan dan minum yang digunakan sehari-hari.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional pada 2022 melaporkan, terdapat timbunan sampah sekitar 35 juta ton yang 33,3 persen diantaranya tidak terkelola, atau sekitar 11,7 juta ton. Persoalan itu ditengarai oleh tingginya jumlah penduduk beserta aktivitas yang tidak diiringi dengan pengelolaan sampah yang baik. "Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir harus ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru," ujar Menko Muhadjir.

Menurutnya, paradigma baru pengelolaan sampah harus dilakukan dengan berbasis nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, baik untuk energi, kompos, pupuk, maupun bahan baku industri.

Salah satu contoh baik, kata Menko Muhadjir, adalah upaya Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) dalam memanfaatkan sampah organik dengan fermentasi menggunakan gula dan air yang disebut sebagai eco-enzyme yang dapat menghasilkan gas O³ (ozon), cairan pembersih, serta pupuk yang ramah lingkungan. “Apa pun usaha kita untuk menyelamatkan bumi itu sangat terpuji,” ujarnya.

Upaya yang telah dilakukan oleh Permabudhi bersama Kemenko PMK ini merupakan implementasi dari amanat Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 mengenai Gerakan Indonesia Bersih yang menjadi bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Gerakan tersebut dilakukan untuk mendorong terciptanya etos kerja yang baik, gotong royong berbagai pihak tanpa melihat latar belakang, dan memiliki integritas untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, baik jasmani maupun rohani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement