Kamis 07 Sep 2023 14:56 WIB

Ketum Muhammadiyah Tanggapi Usul Pajak Judi Online

Ia meminta pemerintah mengkaji secara serius ihwal maraknya judi online.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ani Nursalikah
Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.
Foto: Wihdan Hidayat Republika
Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, mengomentari usulan adanya pungutan pajak dari judi online. Menurutnya, wacana tersebut justru memunculkan kesan pemerintah memberi kelonggaran terhadap hal-hal yang merusak moralitas generasi muda.

"Itulah kemudian menimbulkan opini kuat di kalangan umat beragama bahwa di satu pihak begitu sensitif terhadap persoalan dan ekspresi umat beragama, tapi di sisi lain memberi kelonggaran pada hal-hal yang justru menimbulkan masalah bagi moralitas, bagi eksistensi dan masa depan generasi muda terutama," kata Haedar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Kamis (7/9/2023).

Baca Juga

Ia meminta pemerintah mengkaji secara serius ihwal maraknya judi online. Pemerintah juga diharapkan membuat kebijakan-kebijakan yang produktif, kondusif, konstruktif, dan positif bagi masa depan bangsa.

"Ya terserah kebijakan-kebijakan yang lebih memblokir, tidak memberi ruang yang leluasa, dan kan bagi umat beragama masalah khamr, perjudian perzinahan dan berbagai aspek lainnya sesuatu yang sangat mendasar menyangkut norma agama," ucapnya.

Sebelumnya, dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menegaskan dirinya berkomitmen memberantas judi online. Di tengah upaya tersebut ia mengatakan justru ada pihak yang mengusulkan agar judi online dikenakan pajak.

"Saya berdiskusi dengan banyak pihak bilang 'ya sudah dipajakin aja', misalnya, dibuat terang dipajakin. Kalau enggak, kita juga kacau," katanya.

Namun, ia menegaskan tidak dalam posisi mendukung usulan tersebut. Ia menilai persoalan judi online perlu didiskusikan secara dingin. Menurutnya, persoalan judi online bukan soal larangan dan teknologinya.

"Kalau kita larang sementara ini transaksional, polisi juga sudah bilang sama saya, 'pak ini transaksional', kita tangkap dia di Kamboja, Kamboja legal lho judi, ditangkap di Thailand, Thailand legal lho judi, jadi di Asean cuma kita aja yang nggak jelas," ucapnya.

Budi mengatakan sepanjang 2017 hingga Agustus 2023 pemerintah telah menutup 928 ribu lebih konten judi online. Pemerintah juga telah menerima 2400 lebih aduan masyarakat terkait judi online.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement