Jumat 08 Sep 2023 17:51 WIB

Sejumlah Fakta Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur dengan Tersangka 'Pengasuh' Pengajian

Korban diantar orang tuanya ke tempat BAA untuk transit sebelum berangkat ke ponpes.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan (tengah) menunjukkan sejumlah barang bukti di lobi Mapolrestabes Semarang, Kota Semarang, Kamis (31/8/2023).
Foto: Republika/ Bowo Pribadi
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan (tengah) menunjukkan sejumlah barang bukti di lobi Mapolrestabes Semarang, Kota Semarang, Kamis (31/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Sejumlah fakta terungkap dari pendalaman kasus dugaan persetubuhan dengan anak di bawah umur yang menyeret nama BAA (46 tahun) di Kota Semarang, Jawa Tengah. BAA diklaim sebagai ‘pengasuh’ pengajian Hidayatul Hikmah Al Kahfi, Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang.

Terduga pelaku BAA terungkap tidak hanya sekali memaksa korban MJ (17) untuk melakukan persetubuhan. Berdasarkan pengakuan terduga pelaku, perbuatan tersebut dilakukan lebih dari tiga kali sebelum dilaporkan keluarga korban.

Baca Juga

Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan, mengungkapkan, peristiwa dugaan persetubuhan dengan anak ini awalnya terjadi pada bulan Juni 2021 dan berlanjut hingga rentang waktu tahun 2023. Kasus ini baru dilaporkan pada 16 Mei 2023.

“Tempat kejadiannya di salah satu kamar di rumah tempat pengajian terduga pelaku BAA, di lingkungan Lempongsari dan sebuah hotel di kawasan Banyumanik, Kota Semarang,” ujarnya di Mapolrestabes Semarang, Jumat (8/9/2023).

Korban yang merupakan warga Kabupaten Demak, kata Donny, mengenal terduga pelaku sebagai seorang kiai di tempat ayah korban sering mengikuti kajian (Hidayatul Hikmah Al Kahfi). Pada 2020, ayah korban menyampaikan jika MJ, yang saat itu masih berusia 15 tahun, ingin melanjutkan sekolah di pondok.

Awalnya terduga pelaku mengatakan akan akan mengurus pendaftaran MJ di salah satu pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Kemudian korban diantar orang tuanya ke tempat BAA di Lempongsari untuk transit sebelum berangkat ke Malang.

“Oleh terduga pelaku, tempat tersebut memang digunakan untuk transit beberapa calon santri lain sebelum berangkat ke pondok pesantren maupun saat para santri sedang libur,” ujarnya.

Pada saat tiba di tempat transit ini, pada Juli 2020, terduga pelaku melakukan perbuatan cabul terhadap korban di dalam sebuah kamar di Lempongsari. Korban sempat berteriak dan terduga pelaku melarang korban untuk berteriak.

Setelah kejadian itu korban diberangkatkan ke Malang bersama rombongan calon santri yang lain. Kemudian pada 2021, saat libur dan pulang ke Semarang, korban diajak terduga pelaku naik sepeda motor.

Ternyata korban diajak ke sebuah hotel di kawasan Banyumanik dan di salah satu kamar hotel ini terduga pelaku memaksa korban untuk berhubungan badan. “Setelah kejadian itu, perbuatan yang sama masih dilakukan terduga pelaku kepada korban sebanyak tiga kali,” tegasnya.

Dalam proses penyidikan, kata Donny, polisi memeriksa saksi-saksi, termasuk terduga pelaku. Namun, dalam dua kali pemanggilan oleh penyidik, terduga pelaku tidak hadir (mangkir) untuk pemeriksaan. Akhirnya, polisi mendapatkan infomasi BAA berada di Bekasi, Jawa Barat. Tersangka BAA diamankan di Bekasi pada 1 September 2023. “Dalam proses penyidikan yang bersangkutan mengakui perbuatannya,” tegas Kasatreskrim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement