REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Human capital (modal manusia) kompeten yang berdaya saing serta tempat kerja menjadi kunci sukses prosesi transisi energi di Indonesia. Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Filda Citra Yusgiantoro, mengatakan transisi energi selain membutuhkan kebijakan pemerintah yang mumpuni, juga investasi dalam jumlah besar.
Transisi energi pun memerlukan kemajuan teknologi, komitmen internasional, pendidikan, dan pelatihan. Menurut dia banyak aspek yang menjadi perhatian pada sisi sumber daya manusia dalam energi.
"Kita harus ingat bahwa pekerjaan hijau memberikan banyak peluang dan human capital menjadi kuncinya,” kata Filda saat memimpin sesi 'Preparing Human Capital for Energy Transition' Konferensi Energi Internasional di Jakarta.
Di berbagai negara, Filda mengatakan, pekerjaan hijau (green job) yang mendukung pelestarian lingkungan memberikan banyak peluang menguntungkan. Sementara dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia dinilai tertinggal dalam kesiapan kebijakan untuk pekerjaan hijau, terutama pada area pasokan tenaga kerja.
“Meskipun agak terlambat, Indonesia seperti banyak negara lainnya, saat ini mulai mengakui pentingnya mitigasi perubahan iklim dan transisi ke sumber energi yang lebih bersih. Transisi energi erat kaitanya dengan ketahanan dan kemandirian energi,” kata Filda.
Cluster President of Indonesia and Timor Leste, Schneider Electric Indonesia, Roberto Rossi, mengungkapkan dalam elektrisitas 4.0, integrasi digital dan listrik akan menciptakan keberlanjutan pembangunan di segala bidang. Diperlukan langkah-langkah nyata meningkatkan kualitas modal manusia untuk memenuhi kebutuhan keterampilan hijau.
“Kita perlu melengkapi tenaga kerja Indonesia, baik yang ada saat ini maupun akan datang, dengan keterampilan hijau. Pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang diperlukan untuk hidup, mengembangkan, dan mendukung masyarakat yang berkelanjutan dan efisien sumber daya,” kata Roberto.
Sementara Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan dari segi pendidikan di Indonesia, perubahan iklim belum sepenuhnya dimasukkan ke dalam kurikulum. Kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim masih bervariasi.
Menurut Anindito Kemendikbudristek akan fokus pada modal manusia, seperti mengintegrasikan konten perubahan iklim ke dalam kurikulum baru (Kurikulum Merdeka). Lalu upaya mempelajari perubahan iklim di pendidikan tinggi dan pendidikan vokasional, serta meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Peran guru sangat penting dalam memastikan terlaksananya pendidikan perubahan iklim," ujarnya.