REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Majelis Ulama Indonesia Cabang Tulungagung, Jawa Timur mengimbau seluruh partai politik peserta pemilu maupun para politikus yang terlibat di dalamnya agar tidak berkampanye dan membawa politik ke ruang/area peribadatan, khususnya masjid.
"Sangat tidak patut kalau tempat ibadah dijadikan area kampanye. Kami berharap semua pihak untuk menghormati netralitas lingkungan masjid agar tidak menjadi pemicu gesekan antarumat," kata Ketua MUI Kabupaten Tulungagung KH. Hadi Muhammad Mahfudz atau Gus Hadi, Rabu (20/9/2023).
Gus Hadi menambahkan tempat ibadah khususnya masjid merupakan milik semua umat. "Jangan sampai politik identitas dibawa ke tempat ibadah," ujarnya.
Menurutnya, akan menjadi sangat menakutkan apabila identitas politik dibawa-bawa ke tempat ibadah. Hal itu sangat potensial menimbulkan gesekan antarumat.
Sebaliknya, Gus Hadi berharap agar para alim ulama bisa menjadi penyejuk dalam tahun politik seperti saat ini. Agar bisa menjadi contoh sekaligus panutan, Gus Hadi berulangkali mengingatkan kepada seluruh anggota maupun staf di MUI Tulungagung agar tidak terjebak, apalagi ikut serta dalam politik aktif.
Ia bahkan mengancam apabila ada oknum pengurus MUI yang menjadi aktivis politik, maka dipastikan bakal dijatuhi sanksi berat, mulai skorsing hingga dinonaktifkan secara permanen.
"MUI tidak pernah berpolitik. Sebab MUI merupakan lembaga yang netral. Jadi setiap individu pengurus di MUI tidak boleh terlibat menjadi aktivis (partai) politik," katanya.
Pengurus Pondok Pesantren Mlaten Kecamatan Kauman itu menegaskan, pada dasarnya MUI tak menghalangi hak atau melarang anggotanya untuk berpolitik. Tetapi jika sebagai aktivis politik, mereka hendaknya melepaskan jabatannya di MUI.
"Namun, sampai saat ini belum (ada anggota MUI yang terlibat politik)," katanya.