REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Balitbang-Diklat Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya mengembangkan layanan Alquran, dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI). Salah satunya adalah layanan chatbot Alquran dengan teknologi Artificial Intelligence (AI).
Informasi tersebut disampaikan Kepala LPMQ Abdul Aziz Sidqi dalam Lokakarya Pengembangan Alquran Digital. Menurutnya, pengembangan layanan Alquran dengan teknologi AI saat ini menjadi kebutuhan yang mendesak.
Masyarakat membutuhkan akses informasi yang cepat, tepat dan akurat. Khusus di bidang Alquran, informasi tersebut harus valid dengan sumber-sumber referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Di bidang Alquran, layanan AI yang tersedia di dunia maya masih banyak kelemahan. Teks ayat, terjemahannya, juga tafsirnya banyak yang tidak tepat," ujar dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (21/9/2023).
Untuk itu, Kemenag harus mengembangkan layanan Alquran dengan teknologi AI. Adapun langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan desain besarnya (grand design).
Selain chatbot Alquran, LPMQ juga disebut akan mengembangkan layanan Sistem Informasi Layanan Tashih (Silat) dengan penambahan Software Tashih Otomatis. Perangkat tersebut diperuntukkan sebagai sarana pentashihan master mushaf Alquran dalam bentuk file, sebelum ditashih atau diperiksa secara manual oleh tim pentashih.
"Dalam pengembangan aplikasi ini, LPMQ tetap akan mengikuti grand design dari biro Humas Data dan Informasi (HDI)," ujar Aziz.
Kepala Biro HDI Kemenag, Ahmad Fauzin, sangat mendukung upaya LPMQ mengembangkan layanan Alquran berbasis teknologi kekinian. Namun, ia mengingatkan hal ini harus tetap mengikuti regulasi dan terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag.
Menurutnya, saat ini tercatat ada 2.258 sistem aplikasi di Kemenag, yang sebagian besarnya tidak aktif. Kemenag terus melakukan penataan sistem informasi dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam Pusaka SuperApp.
"Pengembangan layanan Alquran dengan AI merupakan bagian dari upaya penjagaan Alquran. Saya mendukung hal baik ini. Tetapi, harus terintegrasi dengan Pusaka SuperApp Kemenag dan mengikuti regulasi yang ada," ucap Fauzin.
Ia menambahkan, dalam proses digitalisasi ada empat hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah keterampilan digital.
Berikutnya adalah Digital Etik yaitu konten-konten digital yang positif, konstruktif dan beretika, lalu kultur digital atau membangun budaya digital yang baik. Aspek terakhir adalah keamanan digital.
"Jangan sampai, kita semangat membangun aplikasi tetapi lupa membangun keamanan digitalnya. Banyak aplikasi Kemenag di daerah diretas, bahkan ada yang dipakai judi online," kata dia.