Ahad 24 Sep 2023 08:00 WIB

51 Bahasa Digunakan untuk Memandu Jamaah di Masjidil Haram

Masjidil Haram dan Nabawi menjadi daya tarik untuk dikunjungi semua Muslim.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Jamaah melakukan tawaf di depan Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Jamaah melakukan tawaf di depan Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Sekitar 51 bahasa global digunakan di Masjidil Haram, situs paling suci umat Islam di Mekkah, untuk memandu jamaah ke lokasi di tempat yang luas tersebut. Hal ini disampaikan lembaga negara Saudi yang bertanggung jawab atas situs tersebut. 

Dilansir dari laman Gulf News pada Ahad (24/9/2023), Penerjemah multibahasa mengarahkan jamaah ke lokasi dan layanan di Masjidil Haram. Jutaan umat Islam dari seluruh dunia berduyun-duyun ke masjid untuk melaksanakan shalat dan umrah. Sementara ibadah haji tahunan dilakukan di dalam dan sekitar Mekah.

Baca Juga

Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Tempat Suci menyatakan, bahwa 78 penerjemah siap setiap hari untuk mengarahkan jamaah yang tidak berbahasa Arab ke lokasi dan layanan di dalam Masjidil Haram serta halaman luarnya.

Di samping itu, layanan bimbingan juga memberikan informasi terkini kepada jamaah tentang waktu salat, khotbah, dan kunjungan ke museum dan pameran Islam.

Adapun Arab Saudi mengharapkan sekitar 10 juta Muslim dari luar negeri selama musim umrah saat ini. Dalam beberapa bulan terakhir, Arab Saudi telah meluncurkan sejumlah fasilitas bagi umat Islam luar negeri untuk datang ke negara tersebut untuk melakukan umrah.

Umat ​​​​Muslim yang memegang berbagai jenis visa masuk seperti visa pribadi, visa kunjungan dan turis diperbolehkan untuk melakukan umrah dan mengunjungi Al Rawda Al Sharifa.

Di sisi lain, pemerintah Saudi telah memperpanjang masa berlaku visa umrah dari 30 hari menjadi 90 hari dan mengizinkan pemegang visa umrah untuk memasuki kerajaan melalui semua jalur darat, udara dan laut serta berangkat dari bandara mana pun. Sementara jamaah haji perempuan tidak lagi diwajibkan didampingi oleh wali laki-laki.

Kerajaan juga mengatakan bahwa ekspatriat yang tinggal di negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk berhak mengajukan visa turis, apa pun profesinya, dan dapat menunaikan umrah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement