Ahad 08 Oct 2023 12:22 WIB

Pakar: Kasus Dugaan Pemerasan oleh Pimpinan KPK Harus Sampai di Pengadilan

Polda Metro Jaya menyebut bakal menerapkan pasal tipikor untuk kasus pemerasan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) harus diproses serius. Kasus yang sudah masuk ke penyidikan tersebut dia nilai dapat membahayakan gerakan pemberantasan korupsi.

“Ya justru kasus ini harus serius diproses. Karena tampaknya pimpinan KPK yang dilaporkan ini memang punya katakter sebagai pelanggar hukum karena kekuasaannya,” ujar Fickar kepada Republika.co.id, Ahad (8/10/2023).

Baca Juga

Sebab itu, dia menyatakan, apabila bukti yang dimiliki oleh pihak kepolisian sudah cukup, maka kasus tersebut harus dibawa ke pengadilan. Jika tidak, kata dia, maka akan membahayakan gerakan pemberantasan korupsi ke depan.

Fickar mengatakan, kasus itu harus sampai ke pengadilan agar yang bersangkutan jera dan bisa menjadi alasan untuk dipecat dan dipenjarakan. “Jika buktinya cukup, harus dibawa ke pengadilan, karena jika tidak akan membahayakan gerakan pemberantasan korupsi ke depan. Ini harus sampai ke pengadilan agar jera dan bisa jadi alasan untuk dipecat dan dipenjarakan,” kata dia.

Polda Metro Jaya menaikkan status penyelidikan ke proses penyidikan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dalam penanganan kasus korupsi di Kementan. Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan, peningkatan status ke penyidikan tersebut, resmi diundangkan dengan terbitnya surat perintah penyidikan, pada Jumat (6/10/2023).

Ade menerangkan, peningkatan status ke tahap penyidikan tersebut, pun setelah dilakukan gelar perkara dalam penentuan proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak 21 Agustus 2023 lalu.

“Dari gelar perkara yang dilakukan, direkomendasikan untuk dinaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penanganan masalah hukum di Kementerian Pertanian sekira kurun waktu tahun 2020 sampai dengan 2023,” kata Ade Safri, Sabtu (7/10/2023).

Dalam penyidikan lanjutan, kata Ade, tim Ditkrimsus Polda Metro Jaya akan terus melakukan pemeriksaan. Menurut dia, dari penerbitan sprindik, timnya mengacu dengan penggunaan pasal 12 e, atau Pasal 12 B, atau Pasal 11 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 65 KUH Pidana.

Ade menerangkan, selama proses penyelidikan, timnya sudah menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh sejumlah pegawai negeri atau penyelenggara negara di KPK, yang melakukan dugaan pemerasan, atau penerimaan tanpa sah dalam penanganan hukum terkait korupsi di Kementan. Pemerasan, dan penerimaan tak sah tersebut, kata Ade dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain.

“Atau dalam hal ini, menyalahgunakan kekuasaan yang ada padanya, untuk menerima pembayaran, hadiah, atau janji, dengan cara melawan hukum,” kata Ade.

Selanjutnya, kata Kombes Ade tim penyidikan Ditkrimsus Polda Metro Jaya akan terus menggali keterangan saksi-saksi, dan pengumpulan bukti-bukti agar kasus tersebut dapat berlanjut ke penetapan tersangka. “Dengan adanya bukti-bukti untuk membuat terang tindak pidana yang dilakukan, dan untuk menemukan tersangka,” kata Ade.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement