REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Yoko Kamikawa mendesak para menlu negara anggota G7 untuk mendorong jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Hal itu disampaikan saat Jepang menjadi tuan rumah KTT tingkat Menlu G7.
“Pembebasan para sandera segera dan perbaikan situasi kemanusiaan di Gaza adalah prioritas utama,” kata Kamikawa dalam jamuan makan malam bersama para menlu G7 di Tokyo, Selasa (7/11/2023) malam, seperti dirilis dalam keterangan Kementerian Luar Negeri Jepang, dikutip laman Nikkei Asia.
Kamikawa menambahkan, jeda kemanusiaan adalah prasyarat bagi bantuan kemanusiaan yang memadai dan berkelanjutan ke Gaza. Selain soal situasi kemanusiaan terkini, Kamikawa mengungkapkan, dia akan membahas masa depan Gaza pasca-konflik dengan para menlu G7. Di dalamnya termasuk mendiskusikan cara menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah yang bertujuan mengakhiri pertumpahan darah selama beberapa dekade.
"Berdasarkan diskusi, saya berharap dapat menyampaikan posisi G7 yang bersatu mengenai situasi di Timur Tengah dalam sebuah pernyataan, yang saat ini sedang dikoordinasikan dengan negara-negara anggota,” ungkap Kamikawa.
Sebelum jamuan makan malam pada Selasa kemarin, Kamikawa sempat melakukan pertemuan dengan Menlu Amerika Serikat (AS) Antony Blinken. “Kami bertukar pandangan secara jujur, khususnya mengenai situasi Israel-Palestina,” ucap Kamikawa.
Dia mengatakan, Jepang dan AS sepakat untuk bekerja sama secara erat guna memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza dan pada akhirnya mengupayakan soludi dua negara Israel-Palestina. Kamikawa menyebut, dia dan Blinken juga sepakat melanjutkan upaya diplomatik guna mencegah perang yang saat ini sedang berlangsung di Gaza, merembet ke negara-negara lain di kawasan.
Dengan Jepang yang saat ini merupakan pemegang keketuaan G7, Kamikawa mempunyai tugas menantang untuk mengoordinasikan respons kelompok tersebut terhadap krisis di Gaza. Jepang belum sepenuhnya memihak Israel karena berbagai alasan, termasuk ketergantungan energinya pada negara-negara Arab. Hal itu berbeda dengan negara lain seperti AS, yang selama ini sangat mendukung Israel.
Pada Selasa lalu, Presiden AS Joe Biden telah mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menunda pertempuran selama tiga hari di Gaza. Hal itu guna menyalurkan bantuan kemanusiaan dan memberikan ruang bagi pembebasan orang-orang yang disandera Hamas. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 warga Israel dan warga asing, kemudian membawanya ke Gaza.
Netanyahu belum memenuhi permintaan Biden. Saat berbicara kepada para tentara Israel pada Selasa lalu, Netanyahu menyampaikan, serangan selama sebulan terakhir terhadap Hamas di Gaza membuahkan keberhasilan luar biasa. “Kami tidak bermaksud untuk berhenti. Kami bermaksud untuk terus melanjutkannya sampai akhir,” ujarnya.
Hingga Selasa kemarin, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu telah melampaui 10.300 jiwa. Lebih dari 4.200 di antaranya adalah anak-anak. Sementara korban luka menembus 25 ribu orang. Serangan Israel pun mengakibatkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi.