REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini ramai video Andika Kangen Band bercerita tentang anaknya yang diduga mendapat intimidasi dari orang tua murid lain di sekolahnya. Sebelumnya, Rafathar yang merupakan anak dari Raffi Ahmad dan Nagita Slavina pun pernah dipukul oleh teman sekolahnya.
Kondisi ini menandakan, anak dari artis tak luput dari perilaku bullying. Bahkan ketika berada di sekolah, terkadang guru "kecolongan".
Beberapa kampanye telah disuarakan untuk mencegah intimidasi di sekolah atau pun di luar sekolah. Namun kenyataannya, banyak orang lupa bahwa anak-anak bukan satu-satunya kelompok yang mampu melakukan intimidasi.
Orang dewasa kerap terlibat dalam tindakan tersebut, seperti yang dialami anak Andika Kangen Band. Mereka yang belum pernah melihat orang dewasa menindas anak-anak secara langsung mungkin meyakini bahwa hal itu bukan masalah besar, tapi mereka salah.
Dilansir PACEs Connection, Kamis (15/11/2023), ada beberapa jenis bullying yang mungkin dialami seorang anak dari sosok orang dewasa:
1. Verbal
Orang dewasa juga dapat mengusik, mengancam, atau merendahkan seorang anak secara verbal sebagai bentuk perundungan.
2. Penghinaan
Seperti disebutkan sebelumnya, penghinaan adalah taktik lain yang digunakan oleh pelaku penyiksa, dan ini bisa lebih memalukan bagi anak-anak karena sering dilakukan di depan teman sebayanya.
3. Fisik
Penindasan fisik memang seperti apa adanya, dan terkadang dapat menyebabkan cedera serius pada anak. Meskipun pelecehan fisik dapat meninggalkan bekas luka fisik, penindasan secara umum, baik fisik, verbal, atau penghinaan, dapat menimbulkan luka mental seumur hidup. Beberapa penelitian dan data selama puluhan tahun menunjukkan bahwa anak-anak yang ditindas mengalami peningkatan tingkat depresi, pikiran untuk bunuh diri, dan kecemasan saat dewasa.
Karena potensi bahaya tersebut, dan dampak langsung dari penindasan fisik, orang tua harus mencari nasihat hukum jika mereka mengetahui bahwa anak mereka diteror oleh orang dewasa. Orang tua juga harus peka terhadap tanda-tanda yang terjadi pada anak.
Beberapa tanda dapat menunjukkan kemungkinan seorang anak sedang diintimidasi oleh orang dewasa. Sayangnya, tidak semua anak menunjukkan tanda-tanda ini, sehingga sulit untuk memastikan apakah intimidasi sedang terjadi atau tidak.
Namun jika muncul tanda-tanda peringatan, harus segera diwaspadai. Memar, goresan, atau tanda fisik lainnya yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya adalah beberapa tanda paling jelas bahwa penindasan fisik sedang terjadi.
Tanda-tanda yang kurang jelas dapat mencakup perubahan perilaku yang nyata. Jika seorang anak mulai mengalami kesulitan tidur seperti mengalami mimpi buruk, mengompol, atau menangis saat mencoba tidur, ada kemungkinan ia menjadi korban perundungan.
Selain itu, jika seorang anak mulai mencaci-maki saudara kandungnya atau anak-anak lain, hal ini bisa menjadi tanda bahwa ia mengalihkan peran sebagai pelaku intimidasi agar merasa lebih memegang kendali. Fakta sederhananya adalah bahwa segala jenis perubahan perilaku harus dicurigai. Meskipun tidak ada yang tahu apakah penindasan ini terjadi dari anak-anak lain atau dari guru yang dipercaya, pekerja penitipan anak, atau bahkan orang tua murid, informasi ini sering kali dapat dibujuk dari seorang anak.
Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua? Penting untuk berbicara dengan anak ketika ia terlihat ditindas dan memberi tahu mereka bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Anak juga harus diberi tahu bahwa mereka tidak akan mendapat masalah apa pun jika bercerita tentang apa yang mereka alami.
Di akhir masa cobaan tersebut, orang tua mungkin harus mengunjungi ahli kesehatan mental dan hukum, namun langkah-langkah ini dapat membantu anak mengatasi pengalaman sulitnya. Penindasan adalah masalah serius yang tidak boleh dianggap enteng. Dampak yang ditimbulkan oleh pelaku intimidasi terhadap anak cukup merugikan, namun jika perlakuan buruk tersebut datang dari sosok yang berwenang dan seharusnya menjaga anak, maka dampaknya bisa sangat merugikan.
Siapa pun yang mencurigai anaknya ditindas oleh orang dewasa, harus segera berbicara dengan pengacara. Dampak yang mungkin timbul akibat perilaku mereka yang bersifat dendam, lalai, dan disengaja, dapat menyebabkan mereka bertanggung jawab atas kerugian perdata. Dan jika tindakan hukum tidak dilakukan, maka kemungkinan penindasan akan kembali terjadi.