Senin 18 Dec 2023 08:36 WIB

Jelaskan Soal Boikot Produk Israel ke Anak, Perlukah? Ini Kata Psikolog

Produk yang selama ini digunakan untuk anak mungkin masuk ke daftar boikot Israel.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Boikot produk Israel (ilustrasi). Menurut psikolog, orang tua tidak perlu menjelaskan hal tersebut kepada anak.
Foto: muslimvillage.com
Boikot produk Israel (ilustrasi). Menurut psikolog, orang tua tidak perlu menjelaskan hal tersebut kepada anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemboikotan produk rumah tangga maupun gerai makanan dan minuman yang merupakan bagian dari jenama pro Israel jamak dilakukan Muslim selama beberapa waktu belakangan. Hal itu menjadi wujud solidaritas kepada Palestina yang menderita akibat serangan zionis Israel.

Bagaimanapun, ada sejumlah produk yang selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, konten hiburan, kosmetik, dan lain sebagainya disinyalir terkait dengan induk perusahaan yang mendukung Israel. Bahkan, memberikan donasi dalam jumlah besar atau secara berkala untuk Israel.

Baca Juga

Produk yang selama ini digunakan anak tidak mustahil masuk juga dalam daftar boikot tersebut. Lantas, perlukah memberikan penjelasan kepada anak mengenai pemboikotan dan mengapa tidak lagi menggunakan produk seperti biasanya?

Psikolog anak, remaja, dan keluarga Sani Budiantini Hermawan berpendapat orang tua tidak perlu menjelaskan hal tersebut kepada anak. "Menurut saya, masalah politik suatu negara dengan negara lain semestinya hanya dikonsumsi orang dewasa," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id beberapa waktu lalu.

Sani mengatakan, anak perlu tumbuh di lingkungan yang kondusif, damai, dan aman. Dengan demikian, belum perlu untuk diperkenalkan maupun dilibatkan dengan masalah politik yang ada di dunia, termasuk konflik Israel dan Palestina. 

Dalam pandangan Sani, boikot produk merupakan wujud ketidaksetujuan orang dewasa atas serangan Israel terhadap Palestina. Tidak masalah jika orang tua melakukan aksi boikot, tapi bagi Sani alasan di balik hal itu sangat kompleks dan belum waktunya menjadi konsumsi anak.

Pasalnya, orang dewasa sudah memiliki banyak pilihan, muatan pengetahuan, juga nilai-nilai yang dianut hingga sampai pada keputusan boikot. Sani yang menjabat sebagai Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani mengatakan, anak belum memiliki hal-hal tersebut.

"Walaupun, anak akhirnya akan ikut kalau orang tua tidak membeli produk-produk tertentu. Menurut saya, biarlah anak berkembang dengan damai dan tidak perlu mengajarkan masalah boikot walau orang tua menganut atau memiliki value seperti itu," ujar Sani.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement