Senin 18 Dec 2023 17:50 WIB

Terungkap Pengungsi Rohingya Ber-KTP Medan, Menko PMK: Birokrasi Kita Kecolongan

Menko PMK mencurigai banyak pengungsi Rohingya naturalisasi secara diam-diam.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli (kanan) didampingi Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadhillah Aditya Pratama memperlihatkan barang bukti foto penyerahan uang dan kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya saat rilis kasus penyuludupan manusia di Banda Aceh, Aceh, Senin (18/12/2023). Polresta Banda Aceh menetapkan imigran etnik Rohingya Muhammad Amin (35) sebagai tersangka yang menyeludupkan 136 orang pengungsi Rohingya penghuni kamp penampungan Coxs Bazar Bangladesh ke Desa Lamreh, Kabupaten Aceh Besar.
Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli (kanan) didampingi Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadhillah Aditya Pratama memperlihatkan barang bukti foto penyerahan uang dan kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya saat rilis kasus penyuludupan manusia di Banda Aceh, Aceh, Senin (18/12/2023). Polresta Banda Aceh menetapkan imigran etnik Rohingya Muhammad Amin (35) sebagai tersangka yang menyeludupkan 136 orang pengungsi Rohingya penghuni kamp penampungan Coxs Bazar Bangladesh ke Desa Lamreh, Kabupaten Aceh Besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyesalkan adanya delapan pengungsi Rohingya yang ketahuan ber-KTP Medan. Dia menengarai itu bukan jumlah sebenarnya. Sebab itu, hal tersebut dia nilai perlu ditelisik lebih jauh.

“Itu berarti birokrasi kita itu telah kecolongan dengan kasus itu. Dan harus ditelisik lebih jauh, jangan-jangan tidak hanya sejumlah itu mungkin. Jangan-jangan sudah banyak para pengungsi ini kemudian melakukan naturalisasi secara diam-diam,” kata Muhadjir saat ditemui di Jakarta, Senin (18/12/2023).

Baca Juga

Muhadjir menilai hal serupa itu semestinya tidak boleh terjadi. Sebab, bagaimanapun kedatangan para pengungsi Rohingnya adalah kedatangan yang tidak dikehendaki oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Di samping itu, Pemerintah Indonesia pun tidak punya keterikatan dengan United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) untuk menampung mereka sebagai pengungsi.

“Pemerintah dalam hal ini Indonesia harus tegas minta pertanggungjawaban kepada UNHCR dan harus segera dicarikan tempat yang sebagaimana menjadi tanggung jawab dari UNHCR,” tegas dia.

Sebelumnya, terdapat informasi mengenai ditangkapnya delapan pengungsi Rohingya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Para pengungsi tersebut diketahui membawa KTP palsu. KTP itu disebut-sebut dibuat di Medan, Sumatra Utara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, isu pengungsi Rohingya sangat relevan untuk dibahas dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Jepang, yang akan berlangsung di Tokyo pada Ahad (17/12/2023).

"Saya kira sangat relevan untuk dibicarakan karena ini bukan hanya masalah ASEAN, tetapi juga masalah negara-negara yang didatangi pengungsi (Rohingya)," ujar Jokowi.

Meskipun tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya karena bukan negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, Indonesia memutuskan menampung para pengungsi asal Myanmar tersebut berdasarkan diplomasi kemanusiaan.

Oleh karena itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus menyerukan agar akar masalah pengungsi Rohingya bisa segera diselesaikan, sehingga tidak menimbulkan dampak lebih lanjut bagi sesama negara ASEAN.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement