Kamis 28 Dec 2023 10:21 WIB

Asal Mula Perayaan Tahun Baru dan Warning Hadits tentang Tasyabuh

Umat Islam tak perlu merayakan tahun baru.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Berdoa Ilustrasi
Foto: Antara
Berdoa Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII), Ustaz Ahmad Zuhdi mengatakan, dalam menghadapi momen pergantian tahun Masehi, umat Islam khususnya generasi muda tidak perlu 'latah' dan ikut-ikutan merayakan tradisi tahun baru yang jelas bukan berasal dari Islam.

"Jika dilihat sejarahnya, perayaan tahun baru merupakan tradisi pagan yang dipersembahkan untuk dewa Janus," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Selasa (26/12/2023).

Baca Juga

Dewa Janus adalah dewa pintu gerbang dalam mitologi Romawi yang memiliki dua wajah, satu menghadap ke depan dan satu ke belakang. Dewa Janus dipandang sebagai dewa permulaan dan akhir serta dewa pintu masuk dan keluar.

Ustaz Zuhdi mengingatkan, kesempurnaan ajaran Islam, seharusnya menjadikan pemeluknya memiliki izzah, yakni harga diri dan kekuatan. Sehingga tidak ada alasan untuk meniru akidah, ibadah, dan tradisi pemeluk agama lainnya.

"Perbuatan meniru atau menyerupai pemeluk agama lain dalam sebuah hadits disebut dengan tasyabbuh," ujar Ustaz Zuhdi yang juga Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta.

Ustaz Zuhdi menyampaikan, bahkan Rasulullah SAW mengingatkan dalam sebuah hadits dari Abu Sa'id Al-Khudri yang diriwayatkan Imam Bukhari bahwa akan ada dari umat Islam yang mengikuti kebiasaan-kebiasaan di luar Islam sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai mereka menempuh atau masuk ke lubang biawak pun diikuti.

Dijelaskan Ustaz Zuhdi, tasyabbuh dalam adat dan muamalah tentu tidak dilarang selama dimengerti akal dan tidak melanggar akidah serta syariat.

Sementara tasyabuh dalam hal muamalah yang berkaitan dengan syiar, ritual, dan kekhasan agama lain tentu saja dilarang atau diharamkan. "Maka, bagaimana generasi muda harus terus meng-upgrade dirinya dalam tiga hal. Pertama, upgrade ilmu. Kedua, upgrade skill atau keterampilan. Ketiga, upgrade kualitas ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah," jelas Ustaz Zuhdi yang juga Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama (KUB) Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi.

Generasi muda harus menjadi pelopor perubahan dan memerangi bahaya yang dapat merusak masa depan, seperti miras, narkoba, pergaulan bebas, dan budaya tawuran. Indonesia emas 2045 akan diisi oleh generasi muda hari ini.

Maka persiapkan diri dengan tiga hal tadi agar kelak dapat menjadi kebanggaan orang tua, nusa, dan bangsa sebagaimana harapan semua orang ketika seseorang dilahirkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement