REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Air mata mengalir deras di wajah Apep Winarya (57 tahun) warga Cipameungpeuk, Kabupaten Sumedang. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kesedihan melihat rumahnya porakporanda diguncang gempa bumi berkekuatan 4,8 Ahad (31/12/2023) lalu.
Urat-urat tegang di wajahnya terlihat jelas menyisakan kegelisahan saat tengah duduk di bangku rumah tetangganya. Rasa letih dan sedih semakin terlihat dari sepasang bola matanya yang memerah.
Rasa sakit di bagian kepala dan kaki akibat berusaha menyelamatkan istri dan anaknya tidak ia rasakan. Di pikirannya, ia masih tidak bisa menyangka menjadi korban gempa bumi.
Kini ia hanya bisa pasrah melihat rumah yang baru dibangunnya dua tahun lalu rusak parah. Rumah yang menyimpan banyak memori baginya kini hanya tinggal puing-puing.
"Hancur semuanya," ucap dia tegar ditemui di kediamannya.
Sebelum terjadi gempa bumi, ia mengaku tengah berada di rumah bersama istri dan anaknya. Namun, jelang gempa bumi terjadi Ahad (31/12/2023) malam Apep mengaku diminta membantu oleh warga yang akan pindah rumah.
"Sebelum gempa terjadi, saya di rumah bersama istri dan anak. Lalu, ada warga yang akan pindahan rumah dan meminta dibantu," ucap pria yang menjadi ketua RT setempat.
Ia pun berpamitan kepada istri dan anaknya untuk menemui warga tersebut. Setelah berjalan beberapa menit, tiba-tiba gempa bumi terjadi. Suasana di lingkungan rumahnya tiba-tiba gelap karena listrik mati.
Apep pun lantas mengingat istri dan anaknya di rumah. Ia pun langsung kembali menuju rumahnya. Namun, saat berjalan menuju kediamannya sebagian material bangunan yang roboh menutupi akses jalan.
Tidak hanya itu, jalan dipenuhi oleh debu pekat yang berasal dari material bangunan yang roboh. Pelan-pelan, ia berjalan hingga akhirnya sampai ke pintu rumahnya.
Apep lantas berusaha membuka pintu rumah. Namun, tidak bisa dibuka karena terhimpit material bangunan. Ia pun akhirnya mendobrak pintu hingga dapat masuk ke dalam rumah.
Di sana, ia melihat istri dan anaknya tertimpa material longsor. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan istri dan anaknya dari reruntuhan material bangunan yang roboh hingga bisa diselamatkan.
"Anak luka di bagian kepala dan kaki. Istri kaki bengkak kena batu bata," ucap dia.
Apep pun mengalami sejumlah luka di bagian kaki dan kepala saat berusaha menyelamatkan istri dan anaknya. Ia pun bersyukur bersama istri Atin Rahayu (42 tahun) dan anaknya Siti Fatimah (14 tahun) masih bisa selamat dari gempa bumi yang merusak kurang lebih 1.004 unit rumah di delapan kecamatan di Sumedang.
Kini, keinginan terbesarnya rumahnya dapat dibangun kembali. Sebab saat ini, ia mengaku tinggal di rumah saudaranya yang tidak jauh dari lokasi rumahnya yang roboh.
"Bapak mah ingin rumah dibangun kembali," ucap dia.
Sementara itu, penjabat (Pj) Bupati Sumedang Herman Suryatman mengatakan rumah yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi magnitudo 4,8, Ahad (31/12/2023) lalu bertambah menjadi 1.004 unit. Terdiri dari 808 rumah rusak ringan, 93 rumah rusak sedang dan 103 rumah rusak berat.
"Jumlah rusak ringan ada 808 rumah, rusak sedang ada 93 rumah dan yang rusak berat ada 103 rumah. Itu berdasarkan kajian teman-teman di lapangan, perangkat kecamatan dan perangkat desa," ucap dia di RSUD Sumedang, Selasa (2/1/2024).
Ia mengatakan rumah-rumah yang rusak berada di delapan kecamatan yaitu di Sumedang Selatan, Sumedang Utara, dan Cimalaka. Serta di Ganeas, Cisarua, Tanjungkerta, Tanjungmendar dan Rancakalong.