Senin 05 Feb 2024 17:13 WIB

Bayi 'Ajaib' Itu Kini Berusia Satu Tahun

Di hari Afraa lahir, orang tua dan empat kakak laki-lakinya meninggal tertimpa rumah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
 Khalil al-Sawadi melihat Afraa, bayi perempuan yang lahir di bawah reruntuhan akibat gempa bumi yang melanda Suriah dan Turki, di kota Jinderis, provinsi Aleppo, Suriah, Senin (20/2/2023). Afraa meninggalkan rumah sakit dan telah pergi ke rumah barunya bersama keluarga bibi dari pihak ayah.
Foto: AP Photo/Ghaith Alsayed
Khalil al-Sawadi melihat Afraa, bayi perempuan yang lahir di bawah reruntuhan akibat gempa bumi yang melanda Suriah dan Turki, di kota Jinderis, provinsi Aleppo, Suriah, Senin (20/2/2023). Afraa meninggalkan rumah sakit dan telah pergi ke rumah barunya bersama keluarga bibi dari pihak ayah.

REPUBLIKA.CO.ID, JANDARIS -- Korban gempa Suriah merayakan kehidupan anak-anak yang selamat dari bencana alam terbesar di negara itu dalam beberapa dekade terakhir. Sebuah tenda putih dipenuhi balon dan pita, mainan warna-warni bertebaran di lantai dan segala macam hula-hoop kerap berpindah tangan.

Salah satu yang dirayakan di pesta World Vision ini adalah ulang tahun Afraa. Bayi yang lahir dari ibu yang meninggal tertimpa reruntuhan gempa bumi besar yang mengguncang barat laut Suriah dan selatan Turki pada 6 Februari 2023.

Baca Juga

Bencana itu menewaskan 4.500 orang di Suriah dan sekitar 50 ribu orang di Turki. Pada Selasa (6/2/2024) besok Afraa berusia satu tahun. "Sejak kecil, orang-orang mengatakan 'Harapan lahir dari penderitaan," kata paman Afraa, Khalil Shami al-Suwadi seperti dikutip Aljazirah, Senin (5/2/2024).

"Pada hari terjadinya gempa, melihat Afraa lahir di bawah puing-puing rumahnya membuat saya menyadari betapa benar kalimat itu," tambahnya. Jandaris di pinggir Aleppo salah satu wilayah paling terdampak gempa. Pertahanan Sipil Suriah yang juga dikenal sebagai White Helmets mengataka lebih dari 510 orang tewas dan 810 lainnya terluka di wilayah itu.

Di hari Afraa lahir, orang tua dan empat kakak laki-lakinya meninggal tertimpa rumah mereka di Jandaris. Setelah diselamatkan dari reruntuhan, ia dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, para staf medis memberinya nama Aya. Kemudian bibinya, Hala, saudari perempuan ayah Afraa, Abdullah dan pamannya Khalil mengganti namanya menjadi Afraa untuk menghormati mendiang ibunya.

Kini Afraa tinggal bersama bibi dan paman dan enam saudara barunya. Tertua adalah Mal al-Sham yang berusia 11 tahun dan paling muda Ataa, seorang bayi perempuan yang lahir dua hari setelah Afraa dan juga akan segera berusia satu tahun.

"Saya tidak akan menyerahkan Afraa, dia keponakan saya, darah saya, banyak yang ingin mengadopsinya, tapi kami tidak akan membiarkan, kami akan merawatnya seperti anak kami sendiri," kata Hala pada Maret tahun lalu pada Aljazirah.

Bersama Ataa, kini Afraa masih dirawat bibinya dan sudah pulih dari patah tulang rusuk dan memar akibat gempa tahun lalu. Ia juga sudah melakukan langkah pertamanya dan sedang cerewet. "Ketika ia mengambil langkah pertama, saya luar biasa bahagia, tapi kemudian saya mengingat orang tuanya dan bagaimana bahagianya mereka bila bersama kami," kata al-Suwadi.

"Hati saya memiliki delapan kompartemen untuk istri saya dan tujuh anak saya, termasuk Afraa, orang tuanya mempercayakannya kepada kami, innalillahi wainalilahi rajiun," katanya. Afraa sudah bisa beberapa patah kata dan memanggil "Mama" dan "Baba" pada bibinya Hala dan pamannya Khalil.

“Ini bukan pertama kalinya saya mendengar kata ‘Baba’, tapi entah kenapa, saat Afraa mengucapkannya, saya merasakan sensasi aneh yang tak terlukiskan,” tambah al-Suwadi. Karena ia menghabiskan waktu seharian dengan sepupu-sepupunya yang lebih besar, Afraa juga selalu berusaha untuk berbicara dengan mereka, membuat permintaan dan menceritakan kisah-kisah yang tidak ada yang mengerti.

Anak-anak bermain, berdebat, dan tidur bersama, dan ada ikatan yang sangat kuat antara Afraa dan sepupunya yang berusia delapan tahun, Doaa. Saya menyayangi semua saudara saya, tapi Afraa adalah favorit saya," Doaa bercerita. "

Saya senang bermain dengannya dan dekat dengannya," katanya. Doaa menambahkan kasih ini berlaku dua arah, Afraa lebih suka bersama Doaa setiap saat, termasuk saat bermain dan tidur.

"Ketika ia menangis, ibu saya akan menggendongnya. Tapi itu tidak berhasil, ia terus menangis. Tapi ketika saya menggendongnya, dia langsung berhenti menangis," kata Doaa. Keluarga al-Suwadi mengharapkan dan menantikan masa depan bersama tujuh anak mereka. Namun masih dibayangi guncangan yang mengingatkannya pada apa yang terjadi tahun lalu.

"Apa terjadi pada kami di Jandaris adalah sebuah bencana, dan saya berdoa akan tidak pernah terjadi lagi," tambahnya. Namun, pada suatu sore, di dalam tenda yang dihias dengan meriah itu, anak-anak dan pengasuh mereka dapat berkumpul dan berbicara tentang pengalaman mereka, merayakan kebersamaan mereka, dan mengagumi pertumbuhan Afraa yang hampir berusia satu tahun.

"Kehadiran Afraa bersama kami dalam acara ini, yang bertepatan dengan hari ulang tahunnya dan peringatan satu tahun gempa bumi, melambangkan bahwa di balik setiap kesulitan, selalu ada harapan," kata petugas program pendidikan World Vision Malik Abdulghani. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement