Selasa 13 Feb 2024 12:45 WIB

Ketua PBNU Imbau Jangan Golput pada Pemilu 2024, Begini Penjelasannya

Pemilu 2024 harus berjalan lancar.

Red: Erdy Nasrul
Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Mohammad Mukri, M.Ag
Foto: Dokpri
Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Mohammad Mukri, M.Ag

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilu tinggal menghitung jam. Ini adalah salah satu momentum besar bagi bangsa Indonesia menata masa depannya. Maka, setiap warga Indonesia yang memiliki hak suara agar dapat menggunakannya dengan penuh tanggungjawab. "Jangan golput (golongan putih)," kata Ketua PBNU KH Mohammad Mukri pada Selasa (13/2) di Jakarta. 

Tuhan, kata Prof. Mukri, tidak pernah abai atas hamba-hamba-Nya agar selalu mudah menemukan jalan-jalan menuju kebaikan. Tuhan tidak saja memerintahkan pentingnya berbuat baik agar kehidupan jadi baik, kata eks Rektor UIN Raden Inten Lampung ini, tapi juga memberi tuntunan dan fasilitas agar para hamba-Nya dapat berbuat baik seperti yand Dia perintahkan. 

Baca Juga

Oleh sebab itu, Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Hukum dan Media ini mengatakan bahwa menyalurkan hak suara untuk memilih para kandidat pada Pemilu merupakan pintu terciptanya kebajikan. Oleh karenanya, ia mengajak seluruh pemilik suara untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu yang akan digelar pada 14 Februari 2024. 

“Jangan Golput. Dengan memilih pada Pemilu, kita sedang menyemai nilai-nilai kebaikan dan itu menjadi pintu untuk terselenggaranya kebaikan dan kemaslahatan bagi kita semua,” katanya tentang pentingnya mewujudkan kemaslahatan melalui Pemilu. 

Dengan partisipasi aktif dalam mewujudkan Pemilu yang bermartabat, lanjut Rektor UNU Blitar Jawa Timur ini, maka pemilik hak suara juga sedang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Bukan sekadar demokrasi dalam bentuk proseduralnya, ujar Prof. Mukri, tapi juga secara substansial yang mampu menunjukkan proses dan hasil berkualitas dari Pemilu. 

“Dunia sedang menonton Indonesia. Pemilu saat ini akan mencerminkan dan memberikan image (perwajahan) Indonesia di mata dunia. Kalau hasilnya baik, maka posisi Indonesia juga akan semakin baik di mata dunia. Ini yang perlu kita sadari,” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini. 

Selain menyalurkan hak pilihnya, warga masyarakat juga berkewajiban untuk menciptakan kondisi yang kondusif saat Pemilu dan masa setelah Pemilu. Apapun hasil yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu beserta pihak-pihak terkait harus diterima dan diakui sebagai sebuah proses demokrasi yang beradab. 

“Tidak mungkin semuanya menang. Karena setiap kompetisi harus ada yang menang dan ada juga yang kalah. Semua ini bisa menjadi proses pendewasaan bangsa Indonesia yang sepakat mengusung nilai-nilai demokrasi,” katanya. Perbedaan pilihan dalam demokrasi lanjutnya menjadi sebuah keniscayaan. 

Dengan melewati proses keragaman dalam pilihan ini juga sekaligus mampu menjadi sebuah proses pendewasaan untuk memahami dan membiasakan diri dalam perbedaan. “Elok dan indahnya Indonesia karena adanya keragaman yang sudah menjadi sunnatullah. Maka Bhinneka Tunggal Ika menjadi prinsip warisan leluhur yang harus dipegang erat,” ajaknya. 

Terlebih ia menyebut bahwa gen yang telah diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia adalah gen moderat dan toleran. Gen ini yang sudah terbukti oleh sejarah mampu menyatukan bangsa Indonesia sampai dengan saat ini. “Gen saling menghormati perbedaan pilihan ini yang harus dipegang kuat,” katanya. 

Dengan adanya perkembangan teknologi berupa media sosial, Prof Mukri mengajak bangsa Indonesia untuk menghindari penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pembunuhan karakter, dan hal-hal negatif lainnya. Jika ini dilakukan, khususnya pada momentum Pemilu, maka menurutnya bisa mengikis gen moderat yang selama ini tertanam kuat. 

“Mari hindari menyebarkan hoaks dan wujudkan pesta demokrasi Pemilu 2024 yang damai dan bermartabat,” pungkasnya. Pada Pemilu serentak tahun 2024 ini, masyarakat Indonesia akan memiliki Capres dan Cawapres, DPD, dan DPR mulai dari pusat sampai daerah. Pemilu tahun ini akan diikuti oleh 24 partai politik dan yang terdiri dari 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal Aceh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement