REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilu 2024 sedang berlangsung, Rabu (14/2/2024). Usai mencoblos, pemilih mencelupkan jari ke tinta sebagai tanda sudah mencoblos atau menggunakan hak pilih.
Tinta tersebut dikenakan pada jari, yang termasuk area anggota tubuh yang harus terbasuh air wudhu. Apakah tinta pemilu dapat membuat wudhu tidak sah?
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftahul Huda menjelaskan, dalam industri sertifikasi halal, tinta pemilu digolongkan ke dalam barang gunaan. MUI pun telah mengeluarkan keputusan tentang pedoman sertifikasi halal barang gunaan.
Dalam sertifikasi halal barang gunaan ada dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan Ketetapan Halal. Adapun kriteria barang gunaan yang disertifikasi halal melalui Ketetapan Halal, pertama ialah produk yang berbahan atau mengandung unsur biologis (hewani).
"Kedua, barang gunaan yang bersentuhan langsung dengan produk atau bahan makanan dan minuman, dan ketiga yakni barang gunaan yang dipakai untuk beribadah," jelas Kiai Miftah kepada Republika.co.id, Rabu (14/2/2024).
Mekanisme kedua, yaitu produk barang gunaan yang ditetapkan melalui Rekomendasi Kesesuaian Syariah. Ini meliputi barang-barang selain pada kriteria di atas seperti alat permainan, hiasan rumah tangga, dan lainnya.
Karena itu, Kiai Miftah menyampaikan, terkait dengan tinta pemilu, karena digunakan secara melekat pada anggota tubuh maka dipersyaratkan adanya sertifikasi halal. Hal yang perlu disoroti dalam hal ini, menurutnya, ialah kesucian bahan yang digunakan dan apakah tidak tembus air (waterproof).
"Jadi wudhu seseorang bisa tidak sah karena tinta pemilu jika bahannya ada unsur najis atau sifatnya tidak tembus air yang dapat menghalangi air wudhu membasahi jari. Dan jari termasuk anggota tubuh yang harus dibasuh," katanya.