REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL — Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan berupaya mendorong pengembangan tiwul. Apalagi, Gunungkidul sudah mendapatkan hak kekayaan intelektual (HKI) atas makanan tradisional tersebut.
“Setelah terbitnya hak kekayaan intelektual atas makanan tiwul, Disbud tidak akan berhenti sebatas penerimaan dan tindakan seremonial. Bersama organisasi perangkat daerah teknis terkait, Disbud akan mengembangkan tiwul dalam bermacam varian,” kata Kepala Disbud Kabupaten Gunungkidul Chairul Agus Mantara, Kamis (15/2/2024).
Chairul menjelaskan, tiwul memiliki sejarah panjang di Gunungkidul sebagai makanan pokok sebelum nasi. Tiwul yang berbahan dasar ketela diolah dengan dikeringkan dan ditumbuk menjadi tepung. Kemudian diberi air dan dikukus.
Tiwul merupakan makanan berserat tinggi dengan kadar gula rendah. “Tiwul menjadi salah satu produk unggulan Gunungkidul yang akan kami kembangkan dengan berbagai variasi, seperti tiwul manis, goreng, instan, dan lainnya,” kata Chairul.
Chairul mengatakan, pengajuan HKI atas tiwul dilakukan sejak akhir 2023. Makanan tradisional yang merupakan warisan budaya takbenda (WBTb) itu kini mendapat surat pencatatan inventarisasi kekayaan intelektual komunal (KIK) dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Menurut dia, hal itu merupakan bentuk perlindungan atas KIK.
Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham DIY Vanny Aldilla mengatakan, produk tiwul bersifat komunal karena kepemilikan kekayaan intelektualnya oleh beberapa kelompok di Gunungkidul. “Bukan dimiliki orang per orang. Nantinya yang memegang HKI itu Pemkab Gunungkidul. HKI juga sebagai bentuk perlindungan,” kata dia.