Jumat 08 Mar 2024 10:30 WIB

Ketua MUI Jatim Tegaskan Samsudin tidak Layak Sandang Gelar Gus

Ketua MUI Jawa Timur Moh Hasan Mutawakkil sebut Samsudin tidak layak dipanggil Gus.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim memeriksa Samsudin Jadab. Ketua MUI Jawa Timur Moh Hasan Mutawakkil sebut Samsudin tidak layak dipanggil Gus.
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim memeriksa Samsudin Jadab. Ketua MUI Jawa Timur Moh Hasan Mutawakkil sebut Samsudin tidak layak dipanggil Gus.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH. Moh Hasan Mutawakkil Allallah mengingatkan masyarakat agar mempunyai pemahaman yang tepat soal literasi kegamaan. Termasuk dalam penyematan gelar Gus atau Kiai terhadap nama seseorang.

Kiai Mutawakkil mengingatkan, sebutan yang kurang tepat, akan berakibat tak baik pada orang lain, bahkan institusi keagamaan. "Seperti nyebut Samsudin dengan Gus atau penggunaan gelar kiai dan seterusnya," kata Kiai Mutawakkil kepada Republika, Kamis (7/3/2024) malam. 

Baca Juga

Kiai Mutawakkil menegaskan, penyematan gelar Gus di nama Samsudin Jadab sangat tidak tepat. Baik dilihat dari sanad keilmuan maupun silsilah nasabnya, Samsudin tidak layak menyandang gelar Gus.

"Terkait kasus Samsudin, maka yang bersangkutan tidak tepat bila disematkan namanya dengan Gus. Baik dari aspek sanad keilmuannya maupun silsilah nasabnya," ujarnya.

Bahkan, lanjut Kiai Mutawakkil, tempat yang dikelola Samsudin di Blitar tidak tepat disebut sebagai pesantren. Sebab, kata dia, pada awalnya tempat tersebut adalah padepokan pengobatan alternatif. Kemudian yang bersangkutan merekrut beberapa ustadz untuk ditempatkan di sana.

"Serta tidak tepat dikatakan pesantren karena tidak sesuai standar sebagai lembaga pesantren. Serta tidak terdaftar di RMI maupun Kementerian Agama," ucapnya.

Kiai Mutawakkil pun mengapresiasi aparat kepolisian yang telah menangkap dan menetapkan Samsudin sebagai tersangka kasus pembuatan konten aliran sesat yang membolehkan tukar pasangan. Ia berharap, aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kejahatan yang dilakukan Samsudin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement