REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, penurunan kinerja ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada Februari 2024 disebabkan oleh penurunan volume permintaan dari negara mitra seperti China, India dan Eropa. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, ekspor CPO dan produk turunannya pada Februari 2024 tercatat sebesar 1,20 miliar dolar AS atau turun 30,39 persen secara bulanan dibanding dengan Januari 2024 sebesar 1,72 miliar dolar AS.
"Salah satu penyebab turunnya nilai ekspor CPO adalah menurunnya permintaan dari negara mitra," ujar Amalia di Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Amalia menyampaikan, dari sisi volume, ekspor CPO pada Februari 2024 hanya sebesar 1,42 juta ton, sedangkan di bulan sebelumnya mencapai 2,06 juta ton. Selanjutnya, pada Februari 2023 tercatat 2,10 juta ton. Dari sisi harga, pada Februari 2024 tercatat 847,58 dolar AS per ton. Nilai tersebut naik dibanding dengan Januari 2024, yang hanya 835,43 dolar AS per ton.
Amalia mengatakan, penurunan kinerja ekspor CPO dipengaruhi oleh dibukanya jalur perdagangan baru melalui Black Sea Grain Initiatives atau Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam yang ditandatangani oleh Rusia. Jalur ini membuat harga dari biji bunga matahari (sunflower oil) dan biji-bijian lainnya di wilayah Eropa menjadi lebih murah.
"Dibukanya jalur perdagangan baru itu, beberapa negara Eropa bisa memberikan atau mensuplai ekspor dari sunflower oil dan biji-biji lainnya yang bisa diekspor dengan harga murah," kata Amalia.
BPS juga mencatat bahwa stok CPO yang dimiliki oleh China dan India juga disebut sebagai faktor menurunnya kinerja ekspor minyak kelapa sawit di tengah tingginya harga CPO di tingkat global.
"China dan India memiliki stok CPO yang relatif masih tinggi. Ini juga menyebabkan permintaan impor dari CPO relatif lebih rendah dari sebelumnya," ucapnya.