Selasa 19 Mar 2024 02:56 WIB

Ngototnya Netanyahu Teruskan Perang Meski Desakan Gencatan Senjata Menguat

Netanyahu kini menghadapi tekanan dari berbagai pihak.

Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama bulan suci Ramadhan di dekat reruntuhan masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Jumat, (15/3/2024).
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama bulan suci Ramadhan di dekat reruntuhan masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Jumat, (15/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Ahad (17/3/2024) mengatakan, dia tidak akan tunduk pada tekanan internasional untuk menghentikan perang di Jalur Gaza. "Tekanan internasional sebesar apa pun tidak akan menghentikan kami untuk mewujudkan semua tujuan perang, yakni melenyapkan Hamas, melepaskan semua sandera kami, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman terhadap Israel," kata Netanyahu pada pertemuan pemerintah.

"Kita tidak boleh menyerah pada tekanan-tekanan ini, dan kita tidak akan menyerah pada mereka," tambahnya. PM Israel tersebut mengatakan, tekanan terhadap Israel berfokus pada seruan untuk mengadakan pemilu baru di Israel.

Baca Juga

"Mereka melakukan ini dengan mencoba menyelenggarakan pemilu sekarang, di tengah perang. Dan mereka melakukan ini karena mereka tahu bahwa pemilu sekarang akan menghentikan perang dan melumpuhkan negara setidaknya enam bulan," katanya.

"Jika kami menghentikan perang sekarang sebelum semua tujuan tercapai, itu berarti Israel kalah perang, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi," Netanyahu melanjutkan.

Pada Kamis (14/3/2024), Pemimpin Mayoritas Senat AS Chuck Schummer mengkritik kepemimpinan Netanyahu dan meminta Israel untuk mengadakan pemilu baru. Netanyahu menyebut komentar Schummer tersebut, sangat tidak pantas. "Anda tidak boleh melakukan itu kepada saudara negara demokrasi," tambahnya.

Meski ada peringatan internasional, Netanyahu pada Jumat (15/3/2024) tetap menyetujui rencana militer untuk melakukan operasi darat di Rafah, di mana lebih dari 1,4 juta orang mengungsi dari perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

"Kami akan beroperasi di Rafah. Ini akan memakan waktu beberapa pekan, tapi itu akan terjadi," kata Netanyahu. "Mereka yang bilang bahwa operasi di Rafah tidak akan terjadi adalah mereka yang sama mengatakan bahwa kami tidak akan masuk ke Gaza,"

Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan hampir 1.200 orang. Lebih dari 31.600 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza, dan hampir 73.700 lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Israel menolak menghentikan perang di Gaza sampai kembalinya lebih dari 130 sandera yang ditahan oleh Hamas sejak Oktober lalu, sementara kelompok Palestina menuntut diakhirinya serangan Israel untuk setiap kesepakatan penyanderaan dengan Tel Aviv. Perang Israel mengakibatkan 85 persen penduduk Gaza, terpaksa mengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan sebagian besar makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah itu telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Keputusan sementara ICJ pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement