REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudan Selatan menutup semua sekolah sebagai bentuk antisipasi menghadapi gelombang panas ekstrem, yang diperkirakan akan berlangsung selama dua pekan.
Kementerian kesehatan dan pendidikan telah menyarankan para orang tua untuk menjaga semua anak di dalam ruangan karena suhu diperkirakan akan melonjak hingga 45 derajat Celsius.
Mereka memperingatkan bahwa setiap sekolah yang ditemukan beroperasi selama periode peringatan akan dicabut perizinannya. Namun demikian, pernyataan yang dirilis pada Sabtu tersebut tidak merinci berapa lama sekolah akan tetap ditutup.
“Kami akan terus memantau situasi dan menginformasikannya kepada masyarakat,” kata Kementerian seperti dilansir The Guardian, Rabu (20/3/2024).
Peter Garang, yang tinggal di ibu kota, Juba, menyambut baik keputusan tersebut. Dia mengatakan bahwa sekolah harus terhubung ke jaringan listrik untuk memungkinkan pemasangan pendingin ruangan (AC).
Sudan Selatan, salah satu negara termuda di dunia, sangat rentan terhadap krisis iklim dengan gelombang panas yang umum terjadi tetapi jarang melebihi 40 derajat Celsius. Konflik sipil telah melanda negara Afrika timur tersebut, yang juga mengalami kekeringan dan banjir, sehingga membuat kondisi kehidupan menjadi sulit.
Program Pangan Dunia (WFP) dalam laporan negara terbarunya mengatakan bahwa Sudan Selatan terus menghadapi krisis kemanusiaan yang mengerikan akibat kekerasan, ketidakstabilan ekonomi, perubahan iklim dan masuknya orang-orang yang melarikan diri dari konflik di negara tetangganya, Sudan. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa 818 ribu masyarakat rentan diberikan makanan dan bantuan tunai pada bulan Januari.