Kamis 21 Mar 2024 13:40 WIB

Terjerat Suap Penanganan Perkara, Sekretaris MA Nonaktif Merasa tak Perlu Malu

Hasbi merasa namanya hanya dicatut oleh orang lain.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Jaksa penuntut umum menyimak pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024). Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Hasbi Hasan dipidana selam 13 tahun dan 8 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp3,88 miliar subsider 3 tahun kurungan. Dalam perkara tersebut, Hasbi Hasan dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan hukum telah menerima suap penanganan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang bergulir di MA.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jaksa penuntut umum menyimak pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024). Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Hasbi Hasan dipidana selam 13 tahun dan 8 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp3,88 miliar subsider 3 tahun kurungan. Dalam perkara tersebut, Hasbi Hasan dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan hukum telah menerima suap penanganan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang bergulir di MA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan mengaku tak perlu malu meski terlilit kasus suap penanganan perkara di MA. Sebab Hasbi merasa kasus yang menjeratnya tidak benar.

Hal tersebut disampaikan Hasbi dalam sidang dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (21/3/2024).

Baca Juga

"Saya tetap tegar karena saya tidak perlu ada yang ditutupi dan saya tidak perlu malu terhadap berbagai tuduhan karena saya yakin dan percaya dakwaan beserta tuntutan terhadap saya tidak benar adanya," kata Hasbi saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang tersebut.

Hasbi menyatakan selama persidangan tidak ada satu pun saksi, alat bukti, dan keterangan yang membuktikan dirinya menerima uang dan gratifikasi sebagaimana didakwakan. Namun, Hasbi mengeluhkan jaksa dengan kewenangannya menyatakan dirinya terbukti lakukan perbuatan yang didakwakan.

"Padahal dari hukum acara pidana, ketidakadaan alat bukti tidak dapat digunakan membuktikan saya bersalah, bukan seperti logika yang dibangun dalam surat tuntutan yang pada intinya berpikiran atau bermindset ketiadaan alat bukti adalah bukti terjadinya kejahatan," ucap Hasbi.

Hasbi juga mengeklaim tak bersalah dalam perkara ini. Hasbi merasa namanya hanya dicatut oleh orang lain. Sehingga Hasbi merasa tak perlu malu karena terjerat kasus penanganan perkara.

"Saya yakin dan percaya bahwa berdasarkan hati nurani paling dalam dengan mengacu kepada fakta yang terungkap di persidangan bahwa saya tidak bersalah. Dan terungkap bahwa nama saya hanya dicatut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan pribadi mereka," ucap alumnus Ponpes Gontor tersebut.

Diketahui, Hasbi Hasan dituntut hukuman penjara selama 13 tahun dan 8 bulan. Hasbi Hasan diyakini Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) bersalah dalam kasus suap penanganan perkara di MA. 

Hal itu disampaikan JPU KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (14/3/2024). JPU KPK juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 3.880.000.000 kepada Hasbi Hasan. 

Kasus ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.

Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.

Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung. Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.

Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan Majelis Hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.

Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang. Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu.

Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun. Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar.

Eks Komisaris Independen Wijaya Karya, Dadan Tri Yudianto sudah divonis penjara lima tahun, denda 1 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 7.950.000.000 dalam kasus ini. Vonis terhadap Dadan ini jauh dari tuntutan yang diajukan Jaksa KPK berupa hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement