Ahad 21 Apr 2024 15:05 WIB

Hamas: AS Berikan Perlindungan Politik pada Pembantaian oleh Israel

Veto AS di DK PBB efektif memberikan perlindungan politik atas tindakan Israel.

Rep: Lintar Satria / Red: Gita Amanda
Foto selebaran yang disediakan oleh Kantor Pers Kepresidenan Turki menunjukkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh (kiri) berjabat tangan.
Foto: EPA-EFE/TURKISH PRESIDENT PRESS OFFICE
Foto selebaran yang disediakan oleh Kantor Pers Kepresidenan Turki menunjukkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh (kiri) berjabat tangan.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan puluhan ribu rakyat Palestina di Jalur Gaza dibunuh dengan menggunakan senjata Amerika Serikat (AS). Hal ini ia sampaikan saat berkunjung ke Turki untuk bertemu Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pejabat pemerintah Turki lainnya.

Haniyeh mengatakan veto Washington di Dewan Keamanan PBB efektif memberikan perlindungan politik atas tindakan Israel. Veto itu membatalkan langkah memberikan keanggotaan penuh PBB pada Palestina.

Baca Juga

"Posisi AS menipu, meskipun mereka mengatakan tidak ingin warga sipil dirugikan, ini adalah upaya manipulasi. Semua warga sipil yang terbunuh di Gaza, ribuan, puluhan ribu syahid, dibunuh dengan senjata AS, dengan roket AS, di bawah perlindungan politik AS," kata Haniyeh seperti dikutip dari Anadolu Agency, Ahad (21/4/2024).  

"Apa arti veto AS terhadap resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB? Itu artinya AS memberikan perlindungan penuh dan payung untuk melanjutkan pembantaian dan pembunuhan terhadap Gaza," kata Haniyeh dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu.

Ia menambahkan veto AS terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB menunjukkan Washington merangkul posisi Israel dan menentang hak-hak rakyat Palestina. Haniyeh memperingatkan rencana Israel menggelar serangan ke Rafah. Ia mengatakan serangan itu dapat mengakibatkan pembantaian rakyat Palestina.

"Saya menyerukan pada semua negara-negara persaudaraan, saudara-saudara kami di Mesir, saudara-saudara kami di Turki, saudara-saudara kami di Qatar sebagai mediator dan negara-negara Eropa, untuk mengambil tindakan menahan agresi (Israel) dan mencegah operasi di Rafah serta penarikan penuh (tentara Israel) dari Jalur Gaza dan menakhiri serangan di Gaza," katanya.

Mengenai perlawanan rakyat Palestina, Haniyeh mengatakan "bila musuh Zionis masuk Rafah, rakyat Palestina tidak akan mengibarkan bendera putih. Pejuang perlawanan di Rafah siap untuk membela diri dan melawan serangan."

Israel menolak kesepakatan gencatan senjata di Gaza meski semua negosiasi sudah dilakukan dan puluhan proposal sudah diajukan melalui mediator. "Yang mereka inginkan hanya memulangkan tahanan dan memulai kembali perang di Gaza, dan itu tidak mungkin," kata Haniyeh.

"Tentara Israel harus sepenuhnya ditarik mundur dari Gaza. Israel juga tidak ingin pengungsi kembali pulang ke utara Gaza. Mereka menerima pemulangkan terbatas dan bertahap, itu tidak bisa diterima," katanya.

Ia menekankan Israel mengusulkan pertukaran segelintir sandera untuk tahanan Palestina. Meski sudah hampir 14 ribu orang Palestina ditahan Israel di Tepi Barat dan Gaza sejak 7 Oktober lalu. "Adalah Israel dan AS yang tidak memberikan tekanan apapun (kepada Israel), dan, itulah yang menghalangi tercapainya kesepakatan. Segera setelah Israel menerima tuntutan-tuntutan ini, kami akan siap untuk mencapai kesepakatan," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement