Senin 22 Apr 2024 18:46 WIB

MK Tolak Gugatan, Pakar: Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024

Putusan soal sengketa pilpres MK dinilai mengikat.

Susana usai sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Dalam sidang pembacaan putusan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta pasangan capres-cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi
Susana usai sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Dalam sidang pembacaan putusan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta pasangan capres-cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 baik yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Senin (22/4/2024)..

Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan mengatakan, dengan ditolaknya gugatan paslon 01 dan 03 sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan atau ditempuh. Sehingga dipastikan Prabowo-Gibran menjadi pemenang Pilpres 2024.

Baca Juga

Menurutnya, putusan dari MK yang dibacakan bersifat final dan binding (mengikat) sehingga sengketa Pilpres 2024 sudah selesai dan memberikan kepastian hukum bahwa kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tinggal menunggu dilantik.

“Putusan Mahkamah Konstitusi itu final and binding yaitu terakhir dan mengikat pemberlakuannya itu tidak bisa untuk dibatalkan ketika diucapkan itu final and binding, jadi tidak ada lagi upaya-upaya hukum lagi, sudah tidak ada, selesailah permasalahan, permohonan mereka semua itu ditolak semuanya itu dianggap tidak memenuhi pembuktian, ditolak semua kan,” ujar Abdul, Senin (22/4/2024).

Dikatakan Ketua Umum Forum Doktor dan Ahli Hukum, meskipun ada hakim yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat tidak berarti menggugurkan keputusan majelis hakim yang memutus menolak secara keseluruhan gugatan para pemohon.

“Nah itu kan kemudian hakim ada 8, 8 itu ternyata putusnya tidak bulat ada yang dissenting opinion beda pendapat, apakah beda pendapat ini mempengaruhi keabsahan dari keputusan itu? Ya tidak, dia menyatakan dissenting tetapi secara hukum putusan itu atas nama majelis Mahkamah Konstitusi. Itu biasa perbedaan pendapat itu biasa tetapi tidak mempengaruhi pemberlakuan,” paparnya.

Lebih jauh Abdul menegaskan semua pihak wajib menerima dan mematuhi keputusan MK ini, tidak ada lagi upaya lain yang dapat menimbulkan perselisihan, sebab semua perkara pasti ada ujung atau akhirnya.

“Semua orang wajib menerima putusan MK, yang namanya perkara itu ada ujungnya ada akhirnya, jadi ketika MK sudah memutuskan maka semua orang harus mematuhi sudah tidak ada lagi perselisihan, sudah tidak ada lagi perbedaan persengketaan kan dalilnya itu,” tegasnya.

Lebih lanjut Abdul menyampaikan setelah MK membacakan putusannya dalam jangka waktu 3 hari ke depan, MK juga harus menyampaikannya ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi, sebab nanti yang akan melantik presiden terpilih adalah MPR. 

“Setelah dibacakan putusan dalam jangka waktu 3 hari ke depan maka MK harus menyampaikan urusan itu kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat,” bebernya. 

“Jadi keputusan itu dalam waktu 3 hari semenjak diputuskan Mahkamah Konstitusi menyampaikan surat keputusan itu secara resmi ke MPR kenapa ke MPR? Karena kan yang nanti melantik MPR,” imbuhnya. 

Lebih jauh Abdul menyampaikan semua pihak harus mementingkan kepentingan bangsa yang harus diutamakan, perbedaan pendapat dalam demokrasi menjadi hal biasa, namun jangan sampai menimbulkan perpecahan di antara anak bangsa.

“Kepentingan bangsa dan negara itu yang perlu didahulukan kalau masalah perbedaan pendapat itu hal yang biasa dalam negara demokrasi, biasa tetapi jangan sampai hal-hal yang demikian itu mewabah dan melama. Kita kan sudah merasakan 2019 itu seperti apa ada friksi-friksi cebong kampret. Itu kan sudah berasa,” ucapnya.

Yang diperlukan saat ini kata Abdul kembali bersatu untuk membangun bangsa ke depan dan merawat kebersamaan.

“Yang diperlukan itu adalah kebersamaan dan persatuan sehingga dapat terawat kalau sudah terawat bagaimana pembinaannya, bagaimana dengan masing-masing kita memberikan sumbangan,” paparnya.

Abdul mendorong supaya kegaduhan Pilpres 2024 disudahi, namun bagi capres-cawapres yang ingin kembali berkompetisi masih ada kesempatan 5 tahun mendatang.

“Kalau mau bertarung lagi, mau berkompetisi lagi ya nanti 5 tahun lagi tinggal sekarang harus kita tahu diri lah, jagoannya kalah ya mau ngapain lagi sudah selesai, intinya begitu sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi sudah selesai,” ungkapnya.

“Kita tinggal nunggu pelantikan presiden baru, menteri baru dan pemerintahan baru terlepas apa bagaimana nanti yang terjadi dinamika politiknya ya memang seperti itu, tetapi Oktober mendatang harus ada pemerintahan,” tutupnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement