REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus korupsi di sektor tambang. Menanggapi hal tersebut, Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung dan memberikan masukan untuk Kejaksaan Agung.
Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Prof Deding Ishak mengapresiasi langkah yang diambil oleh Kejaksaan Agung dalam menindak kasus korupsi di sektor tambang. Di satu sisi negara Indonesia kaya akan dengan sumber daya alam (SDA) khususnya di bidang pertambangan, tentu ini harus dikelola dengan benar.
"Selain kebijakan tata kelola yang harus terus dibenahi, akan tetapi penting, proses penegakan hukum yang dilakukan mengutamakan pengembalian kerugian negara, dan kami berharap Kejaksaan Agung tidak tebang pilih dalam proses penegakan hukum yang dilakukan seperti dalam kasus tambang timah, tentu harus tuntas ditangani," kata Prof Deding kepada Republika, Kamis (2/5/2024)
Prof Deding mengatakan, penegakan hukum merupakan penanganan di hilir, Komisi Hukum dan HM MUI berharap Kejaksaan Agung juga menyelesaikan persoalan di hulunya. Seperti mekanisme pencegahan, sehingga pihak-pihak yang bergerak di bidang pertambangan terhindar dari kasus korupsi di bidang pertambangan tersebut.
Menurutnya, persoalan Indonesia sekarang bukan di aspek regulasinya, karen aturannya sudah dibuat sedemikian rupa. Maka yang paling penting adalah bagaimana penegakan hukumnya. Aparat penegak hukum harus betul-betul menjadi garda terdepan, baik dalam mengayomi maupun melakukan proses penegakan hukum yang transparan dan objektif.
Apakah tepat mengejar pengembalian kerugian negara akibat korupsi tambang dengan memasukkan elemen kerusakan lingkungan? Menjawab pertanyaan itu, Prof Deding mengatakan bahwa itu langkah tepat, karena kerusakan lingkungan menjadi akibat yang tidak bisa dielakkan dalam setiap pertambangan yang dilakukan.
"Oleh karena itu penting bagaimana Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) menjadi faktor penting, dan apabila itu dilanggar tentu ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan," ujar Prof Deding.
Prof Deding menegaskan, Kejaksaan Agung selain melakukan penyelesaian di hilir berupa proses penegakan hukum, juga mesti menyelesaikan persoalan di hulunya. Supaya investor tidak khawatir.
"Bagaimana kemudian pihak-pihak yang melaksanakan usaha di bidang pertambangan diberikan pemahaman hukum yang baik sehingga terhindar dari potensi korupsi, baik melalui pendampingan atau penyuluhan yang dilakukan oleh Kejaksaan," jelas Prof Deding.