REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi protes terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinet sayap kanannya berujung bentrokan di Tel Aviv, ketika polisi membubarkan pengunjuk rasa termasuk anggota keluarga tawanan yang ditahan Hamas. Media Israel, termasuk Channel 12 dikutip Kantor Berita Palestina Sama pada Kamis (9/5/2024) melaporkan polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan meriam air untuk membubarkan para pengunjuk rasa di depan Kementerian Perang Israel.
Para pengunjuk rasa menuntut penandatanganan perjanjian segera dengan kelompok perlawanan Palestina, untuk menukar orang-orang Israel yang ditawan, dengan tahanan di penjara-penjara Israel. Media negeri Zionis itu melaporkan bahwa ribuan pengunjuk rasa berdemonstrasi dan memblokir jalan, banyak pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan "Tolong," “Bawa (mereka) pulang” dan “Tukar sandera sekarang!”.
Media Israel mengutip pernyataan istri Menteri Perang Yoav Gallant, bahwa jika berada di posisi keluarga para tawanan, maka dia akan melakukan hal yang sama dengan para pengunjuk rasa. Demonstrasi anti-Netanyahu telah menjadi hal biasa di Tel Aviv, dan kota-kota lain yang diduduki Israel. Para pengunjuk rasa menuntut perdana menteri mengundurkan diri atas kegagalannya memulangkan para tawanan.
Keluarga para tawanan Israel juga menulis surat kepada Gallant minggu ini, yang mana mereka memperingatkan terhadap segala invasi darat ke kota Rafah di Gaza selatan. “Jika Anda memulai operasi militer di Rafah, darah anak-anak kami akan berada di leher Anda,” demikian kutipan surat kepada Gallant. Pemerintah Israel sejauh ini gagal mengindahkan seruan masyarakat Israel dan terus melanjutkan mesin perangnya di Jalur Gaza, termasuk serangan terbaru di Rafah.