Selasa 14 May 2024 20:32 WIB

Asia Tenggara Berpotensi Hasilkan 17 Terawatt Energi Terbarukan

Ada peluang investasi cukup besar dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024). Sebelumnya, SPBU tersebut dikabarkan tidak lagi menjual BBM jenis pertalite, namun berdasarkan pantauan Republika, SPBU dengan nomor kode 34.132.09 itu masih menjual BBM pertalite. Selain itu, SPBU tersebut juga menjual produk BBM jenis terbaru yakni Pertamax Green dengan oktan RON 95 hasil pengembangan dari energi terbarukan berupa Bioetanol yang sudah teruji oleh Worldwide Fuel Charter (WWFC).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024). Sebelumnya, SPBU tersebut dikabarkan tidak lagi menjual BBM jenis pertalite, namun berdasarkan pantauan Republika, SPBU dengan nomor kode 34.132.09 itu masih menjual BBM pertalite. Selain itu, SPBU tersebut juga menjual produk BBM jenis terbaru yakni Pertamax Green dengan oktan RON 95 hasil pengembangan dari energi terbarukan berupa Bioetanol yang sudah teruji oleh Worldwide Fuel Charter (WWFC).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asia Tenggara tengah berada di puncak transformasi energi terbarukan yang signifikan. Laporan terbaru dari McKinsey & Company dan Singapore Economic Development Board (EDB) mengungkap  kawasan ini memiliki potensi energi bersih yang besar, diperkirakan mencapai 16 terawatt (TW) tenaga surya dan 1 TW energi angin.

Namun terlepas dari potensi itu, penetrasi energi terbarukan non-bisnis saat ini hanya mencapai 5 persen pada tahun 2022. Laporan ini menekankan urgensi bagi Asia Tenggara untuk mempercepat penggunaan energi terbarukan.

Baca Juga

“Untuk mencapai target net zero emission antara tahun 2050 dan 2060, kawasan ini perlu meningkatkan penambahan kapasitas energi terbarukan tahunan secara signifikan, terutama untuk tenaga surya dan tenaga angin darat,” demikian menurut laporan tersebut seperti dilansir SQ, Selasa (14/5/2024).

Kabar baiknya, ada jalan yang jelas ke depannya. Laporan ini menguraikan beberapa peluang untuk mendorong pertumbuhan energi terbarukan di Asia Tenggara. Misalnya dengan membangun ekosistem yang kuat yang mendorong kolaborasi antara pemerintah, bisnis, dan lembaga penelitian.

Laporan ini juga mengidentifikasi peluang investasi yang cukup besar dalam pengembangan proyek energi terbarukan dan manufaktur energi bersih yang menarik bagi para pemain domestik dan internasional. “Kolaborasi regional dan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) juga dapat membantu membuka sumber daya energi bersih dan memfasilitasi perdagangan listrik lintas batas,” kata laporan tersebut.

Tidak hanya itu, negara-negara di Asia Tenggara juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi seperti penyimpanan baterai dan smart grid yang akan mengoptimalkan integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan listrik. Dengan memanfaatkan peluang-peluang ini, Asia Tenggara tidak hanya dapat mencapai tujuan energi bersihnya tetapi juga membuka manfaat ekonomi.

Laporan ini memperkirakan pengembangan sektor manufaktur energi terbarukan yang kuat di kawasan ini dapat menghasilkan pendapatan sebesar 90-100 miliar dolar AS pada tahun 2030 dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement