Rabu 15 May 2024 08:56 WIB

Geopolitik Timur Tengah, Berdampak Turunnya Saham Berfundamental Bagus

Ketegangan geopolitik Timur Tengah telah berdampak terhadap pasar modal Indonesia.

Karyawan beraktivitas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan beraktivitas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketegangan geopolitik Timur Tengah telah berdampak terhadap pasar modal Indonesia, sehingga membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot dari 7.286 sebelum libur Lebaran ke 7.164 setelah Lebaran dan per penutupan Selasa (7/5/2024) ke 7.099. Pascaserangan balik Iran ke Israel, Rupiah juga terpuruk hingga menembus Rp 16.170 pada perdagangan perdana setelah libur panjang Lebaran.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan, pelemahan Rupiah mengikuti tren pelemahan mata uang negara-negara berkembang di tengah ketidakpastian global yang mencapai puncak tertingginya. Saham-saham berfundamental bagus pun, yang merangkak naik sejak akhir tahun 2023 dan terbang tinggi selama Februari dan Maret 2024, langsung anjlok akibat meningkatnya ketidakpastian. Begitu pula saham-saham non Bank berkapitalisasi besar. 

Baca Juga

“Faktor Timur Tengah telah membuat saham-saham berguguran, tidak hanya saham medioker tetapi juga saham-saham berkapitalisasi besar penopang index lintas sektor seperti perbankan, energi, manufaktur dan telekomunikasi,” kata Piter Abdullah kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/5/2024) lalu.

Saham BCA misalnya yang sebelum libur lebaran sempat menembus angka Rp 10.325 per saham, jatuh ke harga Rp 9.475 pascaserangan Iran ke Israel pada 16 April lalu, dan mencapai harga terendah Rp 9.350 pada 22 April. Hal yang sama terjadi pada saham bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI. 

Padahal, kalau dilihat fundamental emiten-emiten tersebut sangat luar biasa kinerjanya selama triwulan I-2024. Bank BCA mencatatkan keuntungan Rp 12,9 triliun selama triwulan I 2024, atau naik 11,7 persen year on year. Bank Mandiri juga mencetak laba 12,7 triliun (naik 1,13 persen yoy), Bank BRI mendapatkan laba Rp 15,88 triliun (naik 2,45 persen yoy) dan Bank BNI mendapatkan laba Rp 5,33 triliun (naik dua persen yoy).

“Artinya penurunan harga saham sama sekali tidak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan (emiten),” jelas Piter. 

Sama dengan harga saham emiten non-perbankan lainnya, harga saham Telkom juga mengalami tekanan. Harga saham Telkom atau TLKM terus tertekan. Dalam tiga bulan terakhir, harga saham Telkom terkikis 12,6 persen, sementara kalau dihitung sejak awal tahun atau year to date (ytd) harga saham Telkom turun 12,1 persen.

Kalau dilihat, kinerja keuangan atau fundamental Telkom, menurut Piter Abdullah, sangat baik. Pada triwulan I-2024, Telkom mencatatkan pendapatan sebesar Rp 37,4 triliun atau tumbuh 3,7 persen year on year. Sementara EBITDA Telkom tumbuh sebesar 2,2 persen year on year menjadi Rp 19,4 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 6,1 triliun.  

Piter melihat kinerja Telkom didukung oleh kinerja anak-anak perusahaannya. Pada kuartal 1 tahun 2024, Telkomsel masih menjadi kontributor terbesar pendapatan Telkom. Menurut Piter Abdullah, meskipun sama-sama mampu menjaga tingkat keuntungan, kinerja Telkom di industri telekomunikasi selayaknya lebih diapresiasi bila dibandingkan dengan bank BCA ataupun bank-bank himbara. 

“Keuntungan bank-bank besar di sektor perbankan itu bukan sepenuhnya hasil kerja keras. Mereka diuntungkan oleh struktur pasar yang sangat kondusif.  Contohnya saja NIM yang begitu tinggi. Berbeda dengan apa yang dihadapi Telkom di sektor telekomunikasi. Sector telekomunikasi justru mengalami proses disruption yang menuntut response yang cepat dan juga tepat. Kegagalan menyusun langkah-langkah transformasi bisa berdampak fatal bagi keberlangsungan Telkom,” ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement