Kamis 13 Jun 2024 19:54 WIB

Pemerintah Revisi Target Prevalensi Stunting Jika Meleset di Tahun Ini

Target pengentasan stunting disebut sangat ambisius.

Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana melakukan kunjungan ke Posyandu Wijaya Kusuma, Kebon Pedes, Kota Bogor, Selasa (11/6/2024). Kunjungan ini untuk meninjau langsung kegiatan Gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting. Gerakan yang dilakukan serentak pada bulan Juni ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia.
Foto: Biropers Istana
Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana melakukan kunjungan ke Posyandu Wijaya Kusuma, Kebon Pedes, Kota Bogor, Selasa (11/6/2024). Kunjungan ini untuk meninjau langsung kegiatan Gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting. Gerakan yang dilakukan serentak pada bulan Juni ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah siap merevisi target prevalensi atau penurunan angka stunting pada tahun 2025. Revisi dilakukan jika target prevalensi sebesar 14 persen tidak tercapai pada 2024.

"Target 14 persen, itu target yang maksimal, ambisius ya. Tapi kita harapkan kalau tercapai ya bagus juga, kalau belum kita revisi, kita koreksi untuk target tahun 2025. Yang lebih realistis," kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Baca Juga

Muhadjir menegaskan, target prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024 sebenarnya realistis untuk diwujudkan. Alasannya, pada 2022 realisasi penurunan persentase stunting mencapai 2,8 persen.

Namun demikian, penurunan persentase stunting pada 2023 relatif kecil, yakni 0,1 persen berdasarkan survei dari Sistem Kesehatan Indonesia (SKI). Sehingga pemerintah tengah memikirkan penyebab penurunannya tidak signifikan.

Berdasarkan survei SKI, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen. Jumlah itu hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen.

"Kalau 2023 penurunannya 0,1 persen, lha itu akan kita cari duduk masalahnya di mana. Kalau memang itu angka riil, kita melakukan langkah yang lebih lagi," kata Muhadjir.

Muhadjir lantas menegaskan pemerintah tidak akan mengacu pada data survei SKI saja. Pemerintah juga memanfaatkan Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPP-GBM) sebagai triangulasi untuk meningkatkan validitas data capaian program penanggulangan stunting.

EPP-GBM merupakan pencatatan dan pelaporan berbasis masyarakat dengan teknologi elektronik. Mekanisme itu diterapkan sepanjang Bulan Penimbangan Balita yang bergulir mulai Juni 2024 secara serentak di 330.881 posyandu di seluruh daerah.

Menurut Muhadjir, kepastian dan validitas data yang terpenting agar pemerintah dapat menentukan langkah intervensi yang tepat. "Yang penting bukan angkanya, tetapi kepastiannya. Karena kepastian angka itu akan menentukan intervensi kita. Kalau angkanya salah, intervensinya pasti salah. Tapi kalau angkanya mendekati benar, Insya Allah intervensinya juga tepat," kata dia.

Dalam kesempatan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengemukakan ikhtiar pemerintah menekan prevalensi stunting atau tengkes dari 37 persen ke 14 persen merupakan target yang sangat ambisius untuk dicapai pada tahun ini. Ia menegaskan ketika itu jajarannya harus bekerja keras mencapai target.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement