Kamis 04 Jul 2024 16:25 WIB

Pasukan Islam Hancurkan Perpustakaan Alexandria?

Kekhalifahan Islam justru berkontribusi dalam memajukan Alexandria, Mesir.

ILUSTRASI Reruntuhan Perpustakaan Alexandria.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Reruntuhan Perpustakaan Alexandria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- S Labib, R Guest, dan CE Bosworth dalam ensiklopedia Historic Cities of the Islamic World menjelaskan dinamika peradaban yang mengisi sejarah Alexandria atau Iskandariah, Mesir. Kota di pesisir Mediterania itu sudah menjadi sentra kebudayaan sejak ratusan tahun silam.

Bahkan, sebuah perpustakaan besar berdiri di Iskandariah pada abad ketiga sebelum Masehi (SM). Ketika itu, Mesir dipimpin seorang raja--berjulukan firaun--yang berdarah Yunani, yakni Ptolemaios II Philadelphos. Ia merupakan anak seorang jenderal yang mengabdi pada Aleksander Agung, sang penakluk dunia dari Makedonia, yang dari namanya pula nama kota tersebut berasal.

Baca Juga

Perpustakaan Iskandariah merupakan pusat aktivitas intelektual yang masyhur di dunia, terutama sejak abad keempat Masehi. Lebih dari 700 ribu manuskrip disimpan di sana. Kaum sarjana melakukan kegiatan studi ilmiah di sana, termasuk menerjemahkan teks-teks klasik dari kebudayaan Yunani, Persia, dan Yahudi.

Kekaisaran Romawi menguasai Mesir dan menjadikan Iskandariah kota terbesar kedua setelah Roma (Italia). Agama Kristen kemudian mulai mendominasi aktivitas intelektual dan kebudayaan di sana.

Sejak abad ketujuh Masehi, Islam tampil sebagai kekuatan baru di Semenanjung Arab. Nabi Muhammad SAW mengirim sejumlah utusan ke berbagai penjuru, baik negeri Arab maupun non-Arab. Hal itu untuk mengajak para pemimpin setempat agar mengenal dan masuk ke dalam agama ini.

photo
ILUSTRASI Surat Nabi Muhammad SAW untuk penguasa Mesir. - (dok wiki)

Di Iskandariah, Muqauqis sebagai raja Mesir menerima duta Rasulullah SAW dengan penuh kehormatan. Melalui surat balasannya, sang raja menyampaikan kepada Nabi SAW bahwa dia sungguh beriman akan datangnya utusan Allah setelah Nabi Isa AS, tetapi dalam pengetahuannya kedatangan rasul akhir zaman itu di Syam (Suriah), bukan Hijaz.

Walaupun enggan memeluk Islam, dia bersikap baik. Bahkan, Muqauqis mengirimkan banyak hadiah ke Madinah.

Kekaisaran Persia merebut Mesir dari Romawi Timur (Byzantium) pada permulaan abad ketujuh Masehi. Akan tetapi, pemerintahannya tidak bertahan lama. Itu disusul oleh penaklukan yang dilakukan bangsa Arab atas Persia pada 632 M.

Mesir akhirnya dikuasai Islam sejak tahun 642 M. Empat tahun kemudian, penguasa Muslim mulai mengendalikan seluruh Iskandariah. Banyak orang-orang Yunani yang lantas hijrah ke wilayah Asia Barat yang masih dikendalikan Byzantium.

Bagaimanapun, balatentara Muslim tidak pernah membumihanguskan Mesir. Desas-desus bahwa Amr bin al-Ash memerintahkan pemusnahan atas Perpustakaan Iskandariah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Di samping tidak ada buktinya, kabar burung itu cenderung sebagai propaganda kaum orientalis pada masa-masa kemudian.

Orang-orang Arab justru mengakui pencapaian peradaban yang terdapat di Iskandariah. Sebagai contoh, sistem tata kota, istana-istana, pemandian umum, dan kanal-kanal di sana telah berlaku sejak zaman Yunani Kuno. Jalan-jalan di kota ini pada waktu itu tampak seperti garis-garis pada papan catur bila dilihat dari atas.

Pada musim dingin air hujan yang mengguyur Iskandariah dapat mengalir dengan lancar menuju laut. Sementara itu, pada musim panas, saluran-saluran menyuplai kebutuhan air dari Sungai Nil kepada seluruh penduduk.

Hal lainnya yang diakui para penakluk Arab adalah sistem pertahanan. Iskandariah dikelilingi benteng-benteng pelindung yang kokoh. Pada awal masuknya Islam ke Mesir, keadaan tembok itu dibiarkan sebagaimana adanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement