Pertama autopsi jenazah didasarkan kepada kebutuhan yang dibenarkan secara syariat seperti mengetahui penyebab kematian untuk penyelidikan hukum, penelitian kedokteran atau pendidikan kedokteran. Keputusan melakukan autopsi harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan harus dilakukan oleh ahlinya.
Kedua, autopsi merupakan jalan keluar satu-satunya dalam memenuhi tujuan sesuai ketentuan pertama. Ketiga jenazah yang diautopsi harus segera dipenuhi hak-haknya, seperti dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.
Terakhir jenazah yang dijadikan obyek autopsi harus mendapatkan izin dari dirinya saat masih hidup melalui wasiat, ahli waris atau pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan.
MUI mendasarkan pendapatnya pada beberapa kaidah fikih seperti "kondisi darurat membolehkan hal-hal yang (sebelumnya) dilarang" dan "kebolehan melakukan yang darurat itu dihitung seperlunya".
Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi juga berpendapat bolehnya melakukan autopsi. Alasan kebolehan autopsi klinis dan forensik menurut Lajnah Daimah autopsi ini mengandung banyak kepentingan di bidang keamanan, keadilan dan melindungi masyarakat dari penyakit menular.
Proses autopsi memang mengandung mafsadah (kerusakan) yakni tidak menghormati jasad mayat namun di sisi lain mewujudkan banyak maslahat.
Sementara autopsi anatomis untuk kepentingan pendidikan, Lajnah Daimah berpendapat pembedahan terhadap hewan tidak mewakili pembedahan anatomi tubuh manusia. Autopsi anatomis mengandung banyak maslahat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang kedokteran.
Lajnah Daimah memakai argumentasi jika Islam datang untuk membawa dan memperbanyak maslahat, menghindari kerusakan dan memperkecilnya. Diperbolehkan memilih mudarat yang lebih ringan guna menghindari mudarat yang lebih berat. Lalu jika dua maslahat saling bertentangan, maka Islam memilih maslahat yang lebih besar.
Beberapa ulama dengan mendasarkan dalil yang sama tentang hadits memuliakan jenazah mengharamkan semua jenis autopsi. Ulama yang mengharamkan autopsi berpendapat larangan merusak jenazah sudah sangat jelas. Namun larangan ini hanya diperuntukkan untuk mayit Muslim. Sementara mayit nonMuslim boleh dilakukan proses autopsi. Allahua'lam.