Jumat 05 Jul 2024 10:14 WIB

Janggalnya Pemeriksaan Forensik Jenazah Afif Maulana dan Tiga Pendapat MUI Soal Autopsi

MUI pernah mengeluarkan fatwa khusus soal autopsi jenazah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: A.Syalaby Ichsan
Autopsi (ilustrasi)
Foto:

Bagaimana sebenarnya pandangan ulama soal proses autopsi? Karena proses autopsi jelas melakukan tindakan kepada jenazah yang seharusnya dikubur atau bahkan sudah dikubur.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa khusus soal autopsi jenazah pada tahun 2009. Fatwa tersebut khusus menghukumi autopsi forensik dan klinik. Meski dalam keterangannya, autopsi klinik juga dilakukan untuk proses riset dan pendidikan.

Komisi Fatwa MUI memberikan tiga macam ketentuan hukum soal ini. Pertama, pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati keberadaannya dan tidak boleh dirusak.

Jenazah seorang Muslim hendaknya segera diurus untuk segera ditunaikan haknya. Beberapa hak jenazah yang harus dipenuhi antara lain dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan. Hal ini berdasar pada hadits Nabi SAW, "Mandikanlah jenazah dengan air dan daun bidara dan kafanilah ia dalam dua pakaiannya." (HR Muttafaq Alaih).

Jenazah pada dasarnya juga tidak boleh dirusak tanpa alasan yang syar'i. Kaidah ini didapatkan dari hadis sahih riwayat Imam Malik, Ibnu Majah dan Abu Daud. Rasulullah SAW bersabda, "Engkau jangan memecahkan tulang jenazah, karena merusak tulang seseorang yang telah meninggal sebagaimana perbuatan merusak tulang seseorang yang masih hidup."

Ketentuan kedua, meski pada dasarnya jenazah harus dihormati, MUI membolehkan proses autopsi jika ada kebutuhan yang ditetapkan oleh yang berwenang. Pada ketentuan ketiga, MUI menguraikan beberapa ketentuan yang harus diikuti dalam proses autopsi.

Tiga ketentuan MUI.. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement