REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab tudingan pihak Universitas Diponegoro (Undip) terkait penghentian praktik dekan Fakultas Kedokteran Undip di RS Kariadi Semarang. Kemenkes memastikan, penghentian tersebut bersifat sementara.
"Ini merupakan penghentian sementara aktifitas klinis dr Yan di RS Kariadi. Hanya penghentian aktifitas klinis, bukan penghentian dari jabatan lainnya karena itu bukan merupakan wewenang RS Kariadi," kata Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi kepada Republika, Ahad (1/9/2024).
Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto mengatakan, Undip menerima berbagai hukuman sebagai buntut dari kasus meninggalnya mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Aulia Risma Lestari. Dia mengibaratkan Undip sekarang seperi bebek yang lumpuh tak berdaya akibat sanksi-sanksi itu.
Di dalam kasus PPDS, menurut Wijayanto, Undip sudah melakukan investigasi internal. Namun, kata dia, Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakunya jelas dan tegas, yaitu drop out (DO).
"Namun, faktanya bahkan saat investigasi itu masih jauh dari kata selesai, penghakiman bahkan hukuman sudah dilakukan. Berkali-kali," ujar Wijayanto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (31/8/2024).
Dia menjelaskan, hukuman pertama berupa penutupan PPDS Undip. Penutupan itu dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024 jauh sebelum penyidikan itu rampung dan ada kata putus dari polisi dan apakah lagi pengadilan.
"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya. Namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Karyadi," ucap Wijayanto.
Bandingkan dengan pencopotan dekan Fakultas Kedokteran Unair.. baca di halaman selanjutnya.