Rabu 04 Sep 2024 17:33 WIB

Wasiat Kebahagiaan Sang Sahabat Nabi

Sebelum berislam, Amr bin Ash sempat memusuhi Rasulullah SAW.

ILUSTRASI Sahabat Nabi.
Foto: Dok Republika.co.id
ILUSTRASI Sahabat Nabi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekira delapan tahun sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin ke Madinah, tanda-tanda kemunduran musyrikin Quraisy kian nyata. Dalam Perang Ahzab, mereka memang bisa menghimpun sekutu dalam jumlah besar dari pelbagai penjuru Jazirah Arab. Namun, para musuh Islam ini justru mengalami kekalahan.

Dalam kondisi demikian, seorang pemuka Quraisy, Amr bin 'Ash, ikut galau. Ia yakin betul, cepat atau lambat, Muhammad SAW akan mengumpulkan kekuatan yang mustahil dilawan. Kemudian, pemimpin kaum Muslimin itu akan menguasai Makkah seluruhnya.

Baca Juga

Dengan penuh kesadaran, Amr bin 'Ash memutuskan untuk pergi ke Madinah. Tujuannya, menyatakan sumpah setia kepada Muhammad SAW. Harapannya, pertobatannya ini diterima.

Peristiwa ini terjadi selang enam bulan sebelum umat Islam membebaskan Makkah tanpa pertumpahan darah (Fath Makkah). Di tengah jalan, Amr bin 'Ash berpapasan dengan dua orang tokoh Makkah lainnya, yakni Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah.

Amr menyadari, keduanya memiliki niatan yang sama dengannya: menghadap Muhammad SAW. Sesampainya di Madinah, ketiga orang ini diterima dengan baik oleh Rasulullah SAW.

"Makkah telah melepas jantung-jantung hatinya kepada kita," ujar Nabi SAW kepada para sahabat, mengomentari kedatangan tiga tokoh Quraisy ini.

Amr bin 'Ash hendak melakukan sumpah setia kepada Rasul SAW, setelah Khalid bin Walid melakukannya. Namun, sebelum itu, ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, saya akan berbaiat kepada Tuan, asalkan Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lalu."

"Wahai Amr, berbaitlah," jawab Nabi SAW, "karena Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya."

Mendengar itu, betapa lega hati Amr bin 'Ash. Sejak saat itu, dirinya menjadi seorang Mukmin yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada yang menyurutkan langkahnya demi ikut menegakkan panji-panji agama tauhid.

Seperti diceritakan dalam kitab karya Imam Muslim, Al-Iman, Amr bin 'Ash hidup hingga usianya mencapai hampir 90 tahun. Di menit-menit akhir hayatnya, sang sahabat Nabi sempat memanggil putranya, Abdullah. Ia hendak menyampaikan nasihat.

Baca selanjutnya >>>

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement