Rabu 04 Sep 2024 17:56 WIB

Profil Sang Sejarawan Fenomenal, Al-Mas'udi

Sejarawan Muslim ini hidup pada era keemasan peradaban Islam di Dinasti Abbasiyah.

(ilustrasi) patung sejarawan al-masudi di sebuah museum di Vienna, Austria
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
(ilustrasi) patung sejarawan al-masudi di sebuah museum di Vienna, Austria

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu al-Hasan Ali Ibnu al-Husain al-Mas'udi adalah sejarawan legendaris dari dunia Islam era klasik. Bagaimanapun, tidak banyak catatan tentang kisah hidupnya pada masa kecil. Yang jelas, dalam buku yang ditulisnya sendiri, ia menyatakan lahir di Baghdad. Tahun kelahirannya kira-kira 896 Masehi. Nasabnya sampai pada Abdullah Ibnu Mas'ud, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.

Ketika menginjak usia 30 tahun, Al-Mas'udi mulai melakukan perjalanan dan penjelajahan. Perjalanan pertama dilakukannya ke Fars pada 915. Setelah menetap selama satu tahun di Istikhar, dia melakukan perjalanan ke India melalui Baghdad. Ia juga sempat mengunjungi Multan dan Mansoora sebelum kembali ke Fars.

Baca Juga

Dikisahkan pula, al-Mas'udi sempat mengunjungi Kirman dan kembali lagi ke India. Pada masa itu, Mansoora digambarkan al-Mas'udi sebagai kota besar terkemuka yang menjadi ibu kota negara Muslim bernama Sind. Pada 918, al-Mas'udi juga sempat singgah di Gujarat. Dalam catatan perjalanannya, ia menceritakan bahwa sekitar 10 ribu Muslim dari Arab telah tinggal di Pelabuhan Laut Chamoor.

Kota lainnya yang sempat dikunjungi al-Mas'udi adalah Deccan, Sri Lanka, Indo-Cina, Cina, dan kembali ke Basrah melalui Madagaskar, Zanjibar, serta Oman. Sesampainya di Basrah, Irak, dia berhasil merampungkan penulisan kitab Muruj al-Thahab. Buku itu berisi pengalamannya selama tinggal di berbagai negara dengan orang-orang dan iklim yang juga berbeda-beda.

Al-Mas'udi juga melaporkan keseharian hidupnya yang mengharuskannya berinteraksi dengan orang Yahudi, Iran, India, dan Kristen. Setelah menetap di Basrah, ia hijrah ke Suriah, lalu ke Kairo, Mesir. Di Negeri Piramida itu, al-Mas'udi menulis buku keduanya yang berjudul Muruj al-Zaman sebanyak 30 volume.

Dalam buku itu, ia menjelaskan secara terperinci geografi dan sejarah negeri-negeri yang pernah dikunjunginya. Paul Lunde dan Caroline Stone dalam pengantar buku terjemahan karya al-Mas'udi bertajuk Mas'udi: The Meadows of Gold, The Abbasids menyatakan, al-Mas'udi banyak menerima informasi tentang Cina dari Abu Zaid Al-Sirafi. Informasi itu diperolehnya ketika mereka bertemu di Teluk Persia.

"Di Suriah, al-Mas'udi juga bertemu dengan Leo Tripoli. Leo adalah panglima Bizantium yang masuk Islam," papar Lunde dan Stone. Dari Leo, papar Lunde dan Stone, al-Mas'udi banyak menyerap informasi tentang Bizantium. Sungguh sayang, sebagian besar karya besar al-Mas'udi telah hilang.

Meski begitu, pengaruhnya hingga kini tak pernah mati. Penelitian dan pandangan-pandangannya mampu memberi pengaruh secara luas dalam ilmu penulisan sejarah (historiografi), geografi, dan ilmu bumi di beberapa negara.

Al-Mas'udi wafat pada September 956 M di Kairo, Mesir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement