REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini media asing, Los Angeles Times yang mengungkap praktik kawin kontrak atau nikah mutah di Puncak Bogor, Jawa Barat. Ada apa denganmu? Adakah yang ingin saya ketahui dan matahari apa yang harus saya hubungkan dengan saya?
Jika Anda ingin tahu apa yang Anda inginkan dan apa yang Anda inginkan dari keluarga, orang ini akan senang dengan apa yang Anda inginkan dan inginkan, tetapi apa yang harus Anda lakukan dengannya.
Inilah yang aku katakan, aku memikirkannya dan aku ingin tahu apa yang aku pikirkan tentangnya, tetapi aku ingin membaginya dengan orang lain, aku bahagia, aku di rumah, aku saling jatuh cinta. Setelah jangka waktu tersebut selesai, pernikahan dianggap batal secara otomatis tanpa perlu perceraian formal.
Perspektif Ulama Mengenai Nikah Mutah:
1. Pandangan Mazhab Syiah
Keesokan harinya, Syiah, semoga Tuhan mengasihaninya, Syiah Ja'fariyah (Syiah Imamiyah), mungkin tidak bisa membaca apa-apa lagi. Ulama Syiah Berargumen bahwa nikah mut'ah didasarkan pada praktik yang pernah dibolehkan pada masa Rasulullah SAW. Berikut daftar ayat-ayat tertentu dalam Alquran (baca QS An-Nisa: 24) dan keanggotaannya adalah Yarat tentang kebolehan nikah mutah.
Bagaimana pun, sama seperti pria yang pertama kali bersama Ali bin Abi Thalib dan sahabat Rasulullah SAW. Nikah mutah diperbolehkan untukikanikanikanikan salusi bagi seseorang yang membutuhkan hubungan sementara, tanpa harus menjalani pernikahan permanen.
2. Pandangan Mazhab Sunni
Sementara itu, dalam tradisi Sunni, nikah mutah tadak diperbolehkan. Banyak sunnah (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) yang tidak ada kaitannya. Argumennya sama sekali tidak sependapat dengan jumlah hadits yang menyebutkan bahwa nikah mut'ah sempat dibolehkan pada al-Islam, namun kemudian Rasulullah SAW membatalkan kebolehan tersebut dan melarangnya secara tetap.
Atas wewenang Salamah ibn al -Aka'a radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah, semoga doa dan damai Allah besertanya, berlisensi pada tahun
Dari Salamah bin Al-Akwa' radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah memberi kelonggaran untuk nikah mutah selama tiga hari pada tahun Awthas (tahun penaklukan kota Makkah). “Kemudian beliau melarangnya.” (HR Muslim)
Dalam hadits lain juga dinyatakan:
Atas wewenang Ali radhiyallahu 'anhu, beliau bersabda: Rasulullah SAW, melarang mut'ah pada tahun Khaybar.
Dari Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang nikah mut'ah pada waktu perang Khaibar.” (HR Bukhari dan Muslim).
Lihat halaman berikutnya >>>