REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib mengungkapkan bahwa, almarhum pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah sempat menyetujui gencatan senjata sementara dengan Israel beberapa hari sebelum gugur di Beirut. Namun, Israel kemudian malah membunuh Nasrallah lewat serangan bom di wilayah pinggiran Beirut pada Jumat (27/9/2024).
"Dia (Nasrallah) setuju, dia setuju ... Kami sepenuhnya sepakat. Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah. Ketua Parlemen (Lebanon) Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi. Mereka mengatakan kepada kami bahwa (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu juga menyetujui pernyataan yang dikeluarkan kedua presiden (Biden dan Macron)," kata Habib kepada CNN.
Menteri Bou Habib juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat menyetujui usulan yang diajukan oleh kedua presiden tersebut. Bou Habib menambahkan bahwa Lebanon mengandalkan bantuan Amerika Serikat sebab mereka berperan "sangat penting" dalam situasi ini dan Beirut tampaknya tidak memiliki opsi lain.
Namun, alih-alih merealisasikan gencatan senjata yang sudah disepakati, Israel membunuh Hassan Nasrallah lewat serangan udara pada 27 September 2024. Berdasarkan laporan New York Times, mengutip dua pejabat militer Israel, pesawat tempur Israel menjatuhkan lebih dari 80 bom dalam hitungan menit di Lebanon dalam operasi pembunuhan Hassan Nasrallah.
Dalam sebuah video yang dirilis oleh tentara Israel yang menunjukkan pesawat tempur lepas landas untuk menyerang Lebanon pada hari pembunuhan Nasrallah, surat kabar tersebut menghitung sedikitnya lima belas bom penghancur bunker BLU-109 seberat 2.000 pon. Berdasarkan temuan surat kabar tersebut, serangan yang terjadi di pinggiran selatan Beirut itu menghancurkan sedikitnya empat gedung apartemen setinggi tujuh lantai.