REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sudah hampir setahun Gaza digempur militer Israel, sejak 7 Oktober 2023 lalu. Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Muhammad Jazuli Ambari beberapa waktu lalu telah berkoordinasi dengan WHO di Mesir dan Jordania untuk mengetahui situasi terkini di Gaza.
Menurut Jazuli, sampai saat ini Israel masih mempersulit pengiriman bantuan ke Jalur Gaza. "Jadi memang kondisi saat ini Gaza susah untuk menerima bantuan, dipersulit masuk, terutama dari Rafah itu tidak bisa, pintu ditutup," ujar Jazuli saat menghadiri acara FGD Peringatan Satu Tahun Serangan Israel ke Gaza di Kantor Republika, Jumat (27/1/2024).
Berdasarkan informasi terbaru, menurut dia, bantuan kemanusiaan hanya bisa masuk dari Yordania. Di sana, sudah ada organisasi Jordan Hashemite Charity Organization (JHCO) yang bisa membantu penyaluran bantuan kemanusiaan bagi Palestina.
"Dan kami sudah melakukan tanda tangan MOU dengan Hashemite untuk memasukkan bantuan-bantuan ini," ucap Jazuli.
"Jadi bantuan ke Gaza itu sangat sulit. Sementara di Gaza sendiri itu mereka untuk pelayanan kesehatan sangat kesulitan," kata dia.
Karena, menurut Jazuli, ketika pihaknya berkoordinasi dengan WHO, diharapkan Indonesia bisa memberikan pengobatan dan melakukan perawatan pasien-pasien di Gaza yang tidak tertangani.
"Dan ini merupakan peluang yang besar sesungguhnya bagi pemerintah Indonesia untuk berperan," jelas Jazuli.
Dia mejelaskan, pihaknya juga memiliki perwakilan di Mesir yang mencoba untuk bekerjasama dengan Bulan Sabit Marah Palestina dan juga dibantu oleh KBRI. Karena, menurut dia, di Gaza saat ini juga kekurangan darah.
Setelah menginisiasi donor darah yang dibutuhkan tersebut, pihaknya berencana untuk memberdayakan 15 ribu-19 ribu warga Indonesia di sana, mahasiswa, dan tenaga imigran.
"Sehingga mudah-mudahan darah yang dibutuhkan di dalam Gaza ini bisa terpenuhi,"
Selain itu, menurut dia, kondisi di Gaza saat ini juga sangat kesulitan karena mahalnya kebutuhan di beberapa toko yang masih beraktivitas.
Belum lagi, di sana sedang musim dingin.
"Seprti selimut, kemudian pakaian-pakaian yang itu sangat mahal. Sehingga upaya kami adalah menggunakan bantuan uang cash atau uang tunai itu melalui jaringan kita yang ada di Mesir sehingga uang itu bisa masuk ke Gaza," ujar Jazuli.
Dia menambahkan, warga Gaza sudah tidak memiliki gaji lagi. Karena itu, pihaknya berupaya memasukkan bantuan orang tunai, diantaranya untuk membantu staf dari salah satu universitas di dalam Gaza yang memang mereka sudah kesulitan sekali untuk hidup di sana.
"Kemudian untuk bantuan-bantuan, jadi saat ini memang akan difokuskan tim dokter yang akan kita kirimkan kerjasama dengan WHO yang ini tadi sudah mungkin kita sama-sama dengar itu melalui jalur IMT. IMT namanya Emergency Medical Team. Dan kami sedang proses registrasi," kata Jazuli.
Menurut dia, sudah ada sekitar 62 NGO yang mengupayakan hal itu dan tim medis tersebut terdaftar di WHO. "Dan kami salah satunya yang mungkin nomor 63 kalau memang izinnya bisa keluar. Sehingga kami akan melanjutkan pengiriman tim medis ini dengan melalui jalur EMT, Emergency Medical Team," jelas dia.
"Dan kami juga berkongsi dengan Kementerian Kesehatan di Indonesia sebagai bagian daripada pengenalan kami, rekomensi kami sebagai tim EMT untuk pengiriman tim ke luar negeri," tutupnya.