Jumat 15 Nov 2024 20:55 WIB

Media-Media Israel Mulai Pertanyakan Tingginya Jumlah Tentara Mati di Gaza, demi Apa?  

Tentara Israel banyak yang mati dalam Perang Gaza

Tentara Israel membawa peti mati tentara Israel, saat pemakamannya di pemakaman militer Gunung Herzl di Yerusalem, 25 Oktober 2024. Israel akan menambah 600 makam lagi bagi tentara.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Tentara Israel membawa peti mati tentara Israel, saat pemakamannya di pemakaman militer Gunung Herzl di Yerusalem, 25 Oktober 2024. Israel akan menambah 600 makam lagi bagi tentara.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV- JAKARTA -- Media-media Israel mempertanyakan tujuan dari tingginya jumlah tentara Israel yang terbunuh di Jalur Gaza, sementara para analis dan mantan pejabat militer mengatakan bahwa Israel telah mencapai tahap di mana “harga yang harus dibayar lebih besar daripada hasil yang diperoleh”.

Pertempuran masih berkecamuk di gubernuran Gaza utara, meluas ke Kota Beit Lahiya dan Beit Hanoun dan tidak lagi terbatas pada kamp Jabalia, di tengah perkiraan bahwa pertempuran akan berlangsung selama beberapa pekan, demikian menurut Channel 12 Israel.

Baca Juga

Dikutip dari Aljazeera, Jumat (15/11/2024), Alon Ben-David, seorang analis urusan militer untuk Channel 13 Israel, percaya bahwa Israel telah mencapai situasi di mana kerugian yang ditimbulkan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.

“Kami mungkin akan terus menghancurkan Gaza selama bertahun-tahun ke depan,” kata Ben-David, ”tapi apa yang terjadi setelah Jabalia selesai?”

“Ada satu juta wilayah di Gaza di mana tentara bisa menghabiskan waktu beberapa bulan dan kehilangan puluhan tentara,” pungkasnya.

Mantan Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel, Mayor Jenderal Giora Eiland, mengatakan bahwa Israel harus menyatakan kesiapannya untuk mengakhiri perang dan menarik pasukannya dari Gaza sebagai imbalan atas kesepakatan pertukaran tawanan dengan Hamas.

Mantan pejabat keamanan Israel ini mengesampingkan bahwa tentara Israel akan meraih “kemenangan mutlak di Gaza” dan mengatakan bahwa hal ini “tidak akan terjadi”, seperti yang dituntut oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Yisrael Ziv, mantan Kepala Divisi Operasi IDF, menggambarkan harga yang harus dibayar Israel di Gaza sebagai “sangat berat” di tingkat pasukan cadangan, di samping biaya politik dan ekonomi.

Dia pun bertanya-tanya: “Apakah tentara akan tetap tinggal di Jabalia atau akan meninggalkannya?” tanya Ziv, setelah sekitar 25 orang terbunuh di kamp Jabalia dalam ‘operasi militer keempat yang dilakukan di daerah itu sejak awal perang,’ katanya.

Pada tanggal 6 Oktober, tentara Israel mengumumkan dimulainya operasi militer baru di Jabaliya dengan dalih “mencegah Hamas mendapatkan kembali kekuatannya di daerah tersebut”

BACA JUGA:  Keajaiban Tulang Ekor Manusia yang Disebutkan Rasulullah SAW dalam Haditsnya

Sementara itu, Amnon Abramovich, seorang analis politik Channel 12, menyerukan perlunya mendefinisikan tujuan umum perang di Gaza, dan mengakhirinya dengan mengembalikan semua tahanan yang ditahan di Jalur Gaza.

Abramovich mempertanyakan mengapa begitu banyak tentara yang terbunuh di Gaza, tujuan apa yang ingin dicapai Israel di sana, dan kapan perang akan berakhir.

Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, telah meningkatkan operasi mereka melawan tentara pendudukan di Jalur Gaza utara, sebagian besar di Jabalia.

Operasi-operasi itu bervariasi antara menargetkan tank Merkava dan buldoser D-9 dengan IED dan peluru “Al-Yasin 105”, selain menembak mati tentara dan menargetkan pasukan yang turun dari kendaraan dengan rudal anti-personel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement